Minggu, 05 Februari 2017

Kumpulan Cerpen Bagian 1



TERLALU MENCINTAI

 “Masih berapa lama lagi Qi?” aku menoleh dan ternyata ia adalah Taufik sahabat yang paling dekat denganku. “Masih berapa lama lagi kamu mikirin dia Sauqi?” Lanjutnya. Aku hanya melirik tak peduli pertanyaannya itu. “dia sudah pergi meninggalkanmu! Tapi kamu masih saja…” Sebelum dia melanjutkan pembicaraannya langsung kupotong. “Dia pasti kembali Fik! aku percaya itu!” Jawabku tegas. “tapi kamu sadar gak kalo..” “aku sadar kok!”. lekas pergi meninggalkannya.
Mungkin mereka berpikir aku adalah orang yang bodoh, sudah disakiti tapi masih mencintai, sudah dilupakan tapi aku tidak melupakan, bahkan sudah dikhianati tapi masih saja setia menanti. tapi ya mau apa lagi karena memang itulah perasaanku, bahkan aku berpikir jika hidupku tinggal 1 hari lagi atau 1 jam lagi ataupun 1 menit lagi maka saat itu aku akan bahagia jika dia yang menemani hari terakhirku.
Aku terus berjalan mengitari sebuah tempat yang menjadikan momen-momen terindah dulu. ya hanya itulah yang aku lakukan setiap hari, mengupas kenangan yang telah berlalu meski tanpanya akan kulalui tempat saat-saat kita bersama. karena pada dasarnya tak ada tempat yang mudah tuk kulupakan.
Kenangan-kenangan yang masih terngiang di telingaku dan sebuah memory yang menempel di pojok otakku membuatku jadi senyum-senyum sendiri, mengingat kembali sewaktu dulu, menari-nari, tertawa bahagia, bercanda tawa. tapi entah mengapa saat aku mengingat kembali bahwa semua sudah berlalu bagai kayu bakar yang telah menjadi abu dan tertiup angin. aneh hatiku teramat sakit seperti teriris pisau yang begitu tajam hingga membuat goresan yang sebegitu banyak saat mengingat itu!
Aku tertunduk lemas saat itu, angin berhembus begitu sejuknya hingga membuat hati ini semakin tersiksa menahan sakit yang sangat. Aneh tiba-tiba kepalaku pusing, sakit, sakit sekali kepalaku, kutengok kiri-kanan tapi entah kenapa hari itu tak ada orang yang melintas di tempatku.. Brruuuaakkk…
Buram, sungguh dunia ini begitu buram saat ku membuka mata, kukedipkan dan kuusap-usap mataku dan membukanya secara perlahan, ternyata ada sosok perempuan cantik yang kudapati, perempuan yang selama ini aku harapkan, perempuan yang selama ini aku impikan ia mengatakan padaku. “aku akan selalu ada di hatimu, Always and forever”. Aku terbangun untuk yang kedua kalinya, aneh, tapi yang aku rasakan tadi adalah nyata bahwa semua bukanlah mimpi, kutengok kiri-kanan tapi tak ada wanita yang tadi mengatakan itu, kemana perempuan tadi hanya itulah yang ada di otakku tak pedulikan keadaan di tempat itu. “Qi, kamu kenapa? Qi”. hanya pertanyaan yang begitu panik saat itu kudengar, aku mengenali suaranya, tapi entah kenapa aku tak mampu berkata yang ada di pikiranku hanyalah perempuan tadi. Tiba-tiba lemas sekali tubuhku, entah apa yang dokter lakukan padaku, mungkin dia menyuntikku dengan suntikan penenang. “Qi, kamu tak apa-apa?” Suara yang begitu khas kudengar, tapi kuhiraukan pertanyaan itu. “yan.. yani kemana Fik?” aku bertanya dengan suara yang begitu parau. “Yani? tak ada Yani di sini Qi, dari tadi aku yang di sini” tapi aku terus menanyakan itu padanya hingga dia menepuk-nepuk pelan pipiku berharap aku berhenti menanyakan Yani, perempuan yang telah pergi, hilang dan melupakanku dari hidupnya.
Entah seistimewa apa dia, hingga aku tak mampu menghapus nama dan kenangannya di dalam memoryku. ingin sekali aku jatuh cinta kembali, tapi mengapa semua sulit! bahkan aku selalu bertanya dengan Tuhan mengapa aku hanya mencintai Yani?
hidupku hancur sudah, ini bukan karena dia tapi karena aku yang terlalu mencintai dan menyayanginya. mungkin Tuhan sedang menguji kecintaanku terhadapnya.
Duduk dan tersenyum saat itu aku lakukan di halaman rumahku, merenungkan diri sambil melihat kendaraan sedang lalu lalang yang melintas di jalan depan gerbang rumahku, aku mencoba untuk bangkit, meskipun sulit tapi aku harus bangkit, agar aku menghilangkan namanya dan menghapus memory yang mungkin sudah dipenuhi oleh sarang laba-laba semenjak tak lagi bersamanya 2 tahun yang lalu.
kini aku hidup dengan membawa sejuta harapan, harapan yang paling utama adalah untuk tak mencintainya lagi, karena aku terlalu mencintainya.



































 

TAK BISA MEMILIKI


Hatiku memang mencintainya, tetapi tidak dengan sebaliknya, ia hanya menganggapku seorang teman atau bahkan dia sama sekali tidak menganggapku. Aku bukan type orang yang mudah jatuh cinta, bahkan banyak yang mengatakan kalau aku jarang jatuh cinta. Itulah aku yang sebenarnya, tidak mudah menaruh simpati kepada orang lain.
Cerita ini kuawali saat aku sedang mengerjakan tugas di warnet, aku melihat seseorang yang sepertinya tak asing bagiku. Aku terus memandanginya sampai pada akhirnya dia melihatku, langsung kupalingkan wajahku melihat layar monitor. Aku melihat dia menghampiriku, “Gladys?”, aku tercengang melihatnya tersenyum kepadaku. “Iya, kamu siapa?”, “Aku…” belum sempat ia menyebut namanya, tiba-tiba perempuan yang tadi berada di sampingnya menarik dia agar kembali ke PC mereka. Aku masih bingung dan bertanya-tanya, siapa dirinya dan apa dia mengenalku?. Tanda Tanya besar yang masih kusimpan itu membuat aku semakin penasaran, aku selalu mencari tahu siapa dia dan apa yang membuatnya mengenalku.
Hari ini aku masuk sekolah seperti biasa, aku masih terus memikirkan cowok yang kemarin kutemui di warnet itu, “Dys, ada yang dateng tuh!” aku melihat ke arah yang ditunjuk Lisa. Gading, ya itu nama teman satu kelasku yang digosipkan paling keren di X.4, “Sebenernya sih dia nggak keren-keren banget, tapi dibanding yang lain ya oke lah!”, “Hmmm… aku denger bakal ada murid baru yang masuk X.4 nih” ucap Diandra. Belum selesai ia berbicara, tiba-tiba ada guru yang membawa seorang murid, “Baiklah anak-anak, hari ini kalian kedatangan teman baru, ayo perkenalkan nama kamu!” ucap guru, “Selamat pagi teman-teman, perkenalkan nama saya Andhika Vyan Putra Pratama. Bisa dipanggil Andhika, Vyan atau Putra, saya pindahan dari SMA 2 dan saya pindah karena ikut ayah saya yang pindah tugas kesini. Terima Kasih!”. Ku perhatikan senyumnya yang sepertinya sudah kukenal. “Hay Gladys, nggak nyangka bisa ketemu kamu dan satu kelas sama kamu”. Dia berbicara padaku dengan sangat ramah, aku hanya tersenyum menanggapi ucapannya.
Rasa ini selalu mengekang hatiku, entah mengapa aku tidak bisa menghapusnya. Andhika Vyan Putra Pratama, namanya yang selalu ada dalam fikiranku saat ini. Dia sudah semakin akrab denganku, tanpa aku sadari ternyata Gading menjauhiku, “Kamu deket banget sama Vyan, kamu pacaran ya sama dia?” ucap Diandra, “Apaan sih, enggak kok kita Cuma temenan aja!”. Sampai pada akhirnya Vyan menjauh dariku, tanpa ada kata ternyata dia berpacaran dengan Candy. Mungkin bibirku bisa tersenyum melihat mereka berdua, tapi sebenarnya hatiku sangat terluka.
“Vyan, sejak kapan kamu pacaran sama Candy?” tanyaku, “Sejak awal aku melihatnya dan jatuh cinta padanya”, “Kenapa kamu nggak pernah cerita ke aku?”, “Aku nggak sempet Dys, karena aku terlalu sibuk”, “Ouwh ya udah!”. Aku pergi dari hadapan Vyan dan langsung menuju perpustakaan, kucari buku kesayanganku yang selalu kubaca setiap aku merasa kacau, “Dimana buku itu, biasanya kan ada disini?”, “Kamu mencari ini?” ucap Gading yang kemudian menunjukkan buku yang kucari, “Iya, tepat sekali. Kenapa kamu bisa tahu?”, “Biasanya aku melihat kamu baca buku ini, aku coba pinjam dan baca isinya, ternyata buku ini sangat istimewa!”. Aku dan Gading duduk di bangku perpustakaan untuk membaca buku itu, “Kemana pacar kamu?”, “Hah?”, “Vyan, biasanya kalian lengket terus”, “Aku sama dia nggak ada apa-apa, sekarang kan dia punya Candy jadi aku udah nggak di butuhin lagi”, “Jangan ngomong gitu” Gading mengalihkan pembicaraan dengan membahas pelajaran sekolah. Sampai pada akhirnya aku dan Gading masuk ke kelas bersama.
Perasaanku kembali meyakinkan untuk tetap mencintainya, meski ia sudah dimiliki orang lain. Cinta yang kurasa sejak pertama bertemu dengannya, hingga kini tak bisa kuhapus. Mungkin butuh waktu lama untuk melupakannya, “Kamu kenapa, Dys?”, “Nggak apa-apa kok, Ding”, “Tapi aku liat akhir-akhir ini ada yang beda sama kamu”, “Kamu pernah jatuh cinta nggak?”, “Yang pasti pernah lah Dys, emang kamu lagi jatuh cinta ya?”, “Iya, tapi sayangnya cintaku ini bertepuk sebelah tangan”, “Berarti sama kayak aku, cintaku juga bertepuk sebelah tangan”, “Oh ya, sama siapa?”, “Nanti kamu juga tahu sendiri”. Aku kembali dekat dengan Gading, tetapi entah mengapa aku semakin tidak bisa melupakan Vyan. Rasa yang kupendam ini tidak mungkin bisa kuungkapkan, mungkin tidak akan ada yang tahu perasaan ini selain diriku dan hati ini.
Malam ini aku berencana pergi ke sebuah toko buku, aku berjalan di samping keramaian motor dan mobil. Tanpa sengaja aku melihat sekerumunan orang berkumpul di atas jembatan penyeberangan, “Vyan!” aku terkejut melihat Vyan yang sedang menghajar seseorang, “Ya ampun, kamu ngapain sih? Udah-udah, kalian nggak malu diliatin banyak orang kayak gini?”, Vyan menghentikan pukulannya dan langsung menghampiriku, “Kamu kok bisa ada disini?”, “Kamu yang ngapain, ini kan jembatan deket rumah aku” aku melihat Gading yang sedang berdiri menatapku, “Dys, maafin aku ya. Selama ini aku nyembunyiin perasaanku sama kamu, sekarang disini udah ada Vyan, aku pengen ngomong kalau aku suka sama kamu kalau aku cinta sama kamu. Tapi aku tahu kok kalau kamu sukanya sama Vyan, aku pergi Dys. Malam ini aku sudah kalah dan aku mengakui kehebatan Vyan, selamat ya Dys karena cinta kamu nggak bertepuk sebelah tangan” sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiri Gading, “Jadi kamu sama Vyan berantem cuma karena pengen buktiin siapa yang lebih hebat di antara kalian berdua. Kamu pikir aku ini barang yang bisa dimiliki siapa aja hah, kamu tega Ding, kamu bener-bener tega”. Aku berlari meninggalkan tempat itu, entah kenapa tiba-tiba saja perasaanku terluka karena ucapan Gading.
Hari ini aku sekolah seperti biasa, aku melihat Gading bersama ayahnya ke luar dari ruang kepala sekolah, “Gading!”, “Gladys?”, “Kamu mau kemana?”, “Aku mau ke Amerika Dys, kamu baik-baik ya disini”, “Kamu mau ninggalin aku?”, “Bukan gitu Dys, aku hanya…”, “Kamu tega Ding, padahal aku udah percaya sama cinta kamu dan ingin menjaganya tapi sekarang kenapa kamu malah pergi, aku kecewa sama keputusan kamu”. Entah bagaimana ekspresi Gading saat itu, aku tak melihatnya karena aku langsung pergi ke kelas, “Dys, maafin aku karena harus pergi dari kamu, tapi semua ini demi kebaikan sekolah dan permintaan kepala sekolah juga”, “Maksud kamu?”, “Aku dikirim untuk Olimpiade Sains di Amerika”, “Jadi kamu nggak pindah?”, “Nggak, aku bakalan tetep disini sama kamu kok”. Wajahku memerah karena malu telah menuduh Gading seperti itu, “Kamu beneran mau nerima cinta aku?”, “Apa boleh buat, udah terlanjur keceplosan” senyum Gading terlihat sangat lega, “Akhirnya, cintaku nggak bertepuk sebelah tangan!”.










 

TIKET HAJI UNTUK IBU


Di tengah derasnya hujan yang turun, terlihat seorang lelaki dengan seragam putih abu-abunya berlari menuju halte.
Arif anak kelas dua sekolah menengah atas itu baru saja pulang dari sekolahnya.

Sesampainya di rumah arif mengucap salam kepada ibunya yang sudah berusia sekitar setengah abad itu. Ibunya bu ana adalah wanita tua yang ditinggal sang suami menuju rahmatullah. Suami beliau tidak meninggalkan warisan yang bisa membuat keluarga yang ditinggalkanya hidup mewah, hanya sepetak sawah dan motor tua.

Suatu ketika di larutnya malam arif terjaga dari tidurnya dan hendak mengambil air untuk minun, disela ia akan mengambil air ia melintasi kamar ibunya, terdengar isak tangis seorang perempuan tua yang sedang meminta kepada sang khalik “ya allah, ya tuhanku, di sisa hidup hamba yang tidak seberapa lama lagi ini, hanya satu permohonan hamba kepadamu ya allah, izinkan hamba untuk menginjakan kaki di tanah sucimu ya allah. Tidaklah ada suatu apapun selain beribadah di tanah yang engkau ridhoi ya allah”.

Mendengar doa ibunya itu arif langsung kembali ke kamarnya tak henti-hentinya ia memikirkan tentang isi doa ibunya tadi.

Hari demi hari pun berjalan sangat cepat, hingga sampai saat musim haji tiba. Saat itu arif teringat doa yang pernah diucap oleh ibunya. Saat itu pula arif berkeinginan untuk memberangkatkan ibunya haji, dengan segala upaya arif pun berusaha mengumpulkan uang untuk biaya haji ibunya, dari kerja siang malam dan kerja serabutan. Setelah ia hitung hitung yang ia dapat, ia mulai berpikir kalau kerja yang ia lakukan selama ini percuma karena biaya haji itu tak lah murah. Saat itu pun arif beranjak pulang menuju rumahnya, di tengah jalan ia melihat seorang bapak bapak memakai jas bak direktur sebuah perusahaan yang sedang ditodong dua orang bertubuh kekar dan seram, melihat kejadian itu pun arif langsung berlari menolong bapak itu.

Terjadi pertarungan sengit antara arif dan pereman pereman itu. Berkat kemampuan bela diri yang dimilikinya ia berhasil memukul mundur kedua pereman itu. Dan bapak itu pun tak henti hentinya mengucapkan terima kasih kepada arif. Bapak itu masuk ke dalam mobilnya sejenak dan ke luar lagi membawa segepok uang dan hendak memberikanya kepada arif. Dengan perasaan tanpa pamrih arif menolak pemberian bapak itu. Sebagai gantinya arif dan ibunya diundang untuk datang ke rumah bapak itu.

Keesokan harinya arif dan ibunya pun datang menuju kerumah bapak itu. Setelah tiba di depan pintu arif pun menekan bel “kriiiingg” dan tak lama pintu pun terbuka. Nampak ekspresi terkejut ibu arif ketika melihat yang ada di hadapannya. Dia abdul adiknya yang terpisah saat ia masih kecil karena perceraian orangtuanya.

Setelah bertemu mereka pun berbincang bincang melepas rindu setelah puluhan tahun tidak bertemu. Abdul yang sudah punya rencana untuk berangkat haji pun mengajak haji arif dan ibunya, alangkah bahagianya hati keduanya dan mereka pun menyampaikan rasa syukurnya dengan sujud syukur atas nikmat yang tak disangka sangka darimana datangnya.

TIDAK UNTUK DI DUNIA


Terlihat di Masjid Baiturahman, banyak orang-orang yang sedang berkumpul untuk memperingati hari Maulid Nabi Muhammad saw, di malam itu terdapat warga desa Saman. Acara dibuka dengan sambutan bapak RT dan Ibu RT. Disana banyak sekali anak anak kecil, remaja, dewasa ikut berpartisipasi memperingati hari itu. Ada yang bermain main sendiri, dengan temannya dan ada juga yang mengikuti acara dengan seksama. Tetapi saat acara tadarus qur’an semua yang ada disitu diharap tenang oleh Pak RT. Suasana hening pun muncul, dan terdengar suara yang indah melantunkan ayat-ayat suci Al qur’an. Terdengar suara wanita, namun bukan lelaki. Suara gadis itu menarik perhatian salah satu orang disitu.
“MashaAllah, indah sekali lantunan ayat-ayat itu” ucap lelaki itu. Lelaki itu pun mencari cari pusat suara tersebut, bertanya-tanyalah lelaki itu.
“Pak, siapa yang ada di pusat suara itu?” bertanya pada Bapak RT.
“Dia bernama Ummu nak, mengapa engkau bertanya?”
“Saya ingin tahu saja pak, siapa dia, terimaksaih pak”
Lelaki itu pun langsung kembali ke tempatnya tadi. Lantunan-lantunan ayat masih terdengar. Namun, warga sudah banyak yang beranjak untuk pulang karena sudah larut malam. Wanita tadi masih melantunkan ayat-ayat Al Qur’an walaupun sudah terasa sepi, Bapak RT segera bergegas untuk menutup acaara tersebut. Menuju ke pusat suara,
“Ummu, maaf sudah sampai disini dulu ya ngajinya?”
“Oh iya pak, sadaqallahulaziim”
Bapak RT langsung menutup acara, dan akhirnya masjid sudah sangat sepi sekali, tetapi terlihat di pojokan masjid masih ada lelaki tadi. Pak RT pun melihat keberadaannya, lalu ditanya
“Nak, kamu kenapa masih disni?” dengan nada yang pelan,
“Saya ingin belajar pak, agar bisa melantunkan ayat-ayat suci Al Qur’an seindah wanita tadi.”
“Ummu kan nak?”
“Iya pak benar”
“Hmm, namamu siapa nak?”
“Nama saya Qasym pak ”
“Ya sudah nak cepat pulang, ini sudah jam 23.45, bapak mau masuk ke rumah dulu”
Dengan wajah ngantuk pak RT langsung masuk rumah. Qasym masih sibuk berlatih,
“yaaaa siiiiiiin” dengan mencengkok cengkokan suaranya seperti halnya qor’i internasional.
“Aku ingin seperti dia, bertaqwa, perilaku yang santun, pintar, sopan dan tidak seperti wanita zaman sekarang yang banyak membaca status daripada membaca Al Qur’an, Ya Allah kenapa perasaanku ini seperti mengaggumi dia? Mungkin aku sudah jatuh cinta kepada Ummu, Astaghfirullloh.” sambil menepuk dahinya. Qasym pun pulang ke rumah dan masih berfikir-fikir tentang wanita itu, tak lama kemudian terlintas di fikiran Qasym ada sebuah kalimat.
“Walaupun aku tak bisa menjadi yang terbaik, tapi akan aku selalu usahakan untuk menjadi yang terbaik dari yang lebih baik”, mata sudah 1 watt, Dia tak sadar tertidur pulas.
Hari berganti hari, bulan bulan berganti matahri, gelap berganti terang, Qasym berangkat bekerja dengan perasaan hati yang semangat, ceria dan penuh motivasi, Ia bekerja sebagai penjual telur asin di daerahnya. Usaha telur asinnya itu cukup terkenal di desanya namun tak di kotanya. Di hari itu ia coba berjualan di luar desa tepatnya di kota Polo. Kesana kemari berjualan telur asin, Qasym tidak lupa selalu beroda memohon kepada Allah untuk yang terbaik untuknya.
Terlihat sebuah warung di pinggir jalan, Qasym merasa haus dan lelah berjualan yang belum mendapat laba sama sekali sehingga menunduklah dia.
“Silahkan mas, duduk, mau makan dan minumnya apa?” suara yang lembut dan santun didengar Qasym, berfikir-fikir sepertinya pernah mendengar suara yang indah itu, Qasym menengadah. “Subhanallah… Apakah benar engkau bernama Ummu?”
“Iya benar saya Ummu, kok bisa kenal saya darimana?”
“Alhamdulillah, engkau pertemukan aku dengannya ya Allah, dari pengajian tadi malam di desa Saman,” dengan nada gugup.
“Lha masnya namanya siapa?” agak tersipu malu.
“Nama saya Qasym, dari desa Saman, salam kenal ya?”
“Iya sama-sama, lalu mau pesan apa?”
Tak lama pikir pikir, Qasym tidak jadi memesan makan dan minuman ia langsung ke luar warung dan berkata
“Maaf tidak jadi pesan, saya sudah kenyang” sambil melambaikan tangan
Ummu pun bingung dan merasa aneh, lalu melanjutkan pekerjaannya di warung itu. Qasym amat bahagia sekali, bisa dipertemukan dengan wanita yang dicintai ataupun dikaguminya. Ia lalu tak memikir lelah ataupun haus, dan Alhamdulillah semangat bekerja yangg dipunyai Qasym berhasil menghasilkan laba yang memuaskan di kota Polo, telur asinnya habis dibeli warga di kota itu.
Usaha telur asin Qasym lalu lalang berkembang di kota kota, ia sangat bersemangat sekali untuk berusaha mendapatkan rezeki dari Allah, suatu hari Qasym menulis surat untuk Ummu yang intinya berisikan ajakan untuk menikahi sang gadis pujaannya itu. Tetapi surat itu diterima oleh Ayah dari Ummu. Lalu dibalas yang berisi “Terimakasih nak, atas tawaranmu itu, tetapi maaf Ummu sudah saya jodohkan dengan orang lain dan yang tentu itu bukan kamu”
Membaca surat itu Qasym tidak menyerah dan dia berkata
“Sebelum janur kuning melengkung cinta ini akan selalu ada untukmu” sambil tertawa.
Setelah usaha Qasym itu melejit meningkat, ia membuka lowongan kerja untuk menjual telur asin hasil produksinya, ternyata banyak yang ingin menjadi pekerja di usaha Qasym tersebut. Qasym berfikir, ingin membantu warung Ummu yang terlihat sepi pembeli, dengan cara menyuruh pekerjanya tadi untuk membeli apa yang ada di warung itu. Baru kali ini yang dijual di warung itu menghasilkan keuntungan banyak, Ummu sangat senang karena warungnya hari itu laris manis dikunjungi pelanggan.
“Kalau begini terus kita bisa langsung mengadakan pernikahan itu nduk” dengan semringah Ayahnya berkata seperti itu. Ummu pun merasa tidak cocok dengan lelaki yang digadang-gadang Ayahnya bisa menuntun keluarga menjadi lebih baik. Perasaan yang selalu dilingkupi kegundahan, kesedihan, Ummu akhirnya sakit-sakitan walaupun masih bekerja.
Mendengar kabar itu Qasym langsung bertindak untuk memberobatkan Ummu. Seorang lelaki memakai baju koko dan celana panjang serta dihiasi peci di kepalanya, terlihat di depan warung, Ummu melihat dan merasa kenal dengan seseorang itu, dan akhirnya dia ingat, bahwa orang itu adalah penjual telur asin yang tidak jadi memesan di warung ini waktu dulu. Karena disaat itu warung tutup, Qasym mengetuk pintu
“tok tok tok Assalamu’alaikum?”
“Wa’alaikumusallam” dibuka pintu olehnya, Ummu amat kaget dengan penampilan penjual telur asin itu yang amat berubah drastis waktu ia pertama kali bertemu.
“Selamat pagi Ummu, apakah kamu masih ingat dengan saya?”,
“InshaAllah saya ingat, apakah kamu benar Qasym penjual telur asin itu?”
“Iya benar Ummu, ini aku”.
“Ada keperluan apa?”.
“Aku dengar engkau sakit, benarkah begitu?”.
Ummu kaget, kenapa bisa tahu kalau sakit dan berkata
“Memang kamu tau darimana?.”
“Saya tahu dari pekerja saya yang selalu makan di warung ini, sudah tak usah berlama-lama, ini ada sedikit uang untuk kamu berobat, tolong diterima”
“Tidak, tidak usah saya tidak punya hak untuk ini”.
“Sudah ini hak mu”, lalu Qasym pergi kembali ke rumahnya.
Saat itu juga Ummu berbincang dengan Ayahnya,
“Ayah ini aku mendapat uang dari Qasym penjual telur asin”.
“Qasym nak?” ayah lalu berifkir “apakah anak itu yang mengirimkan surat lamaran kepada anakku?”
“Bagaimana ayah?”.
“Buang saja uang itu nak, jangan engkau terima, intinya ayah tidak ridho jika uang itu kamu gunakan untuk berobat”.
“Lho? kok gitu yah? apa salahnya Qasym?, sampai-sampai uang darinya dibuang?”.
“Ayah tidak mau karena, anak itu pernah ingin menikahimu dulu, kamu sudah ayah jodohkan jadi tidak usah aneh-aneh!” sambil membentak.
“Ya sudah yah,” uang itu diletakan di meja sebelah Ayah lalu Ummu lari menuju ke kamar.
Di kamar, Ummu menangis melihat Ayahnya seperti itu, sehingga Ummu mengambil air wudlu untuk shalat istikharah dan memohon kepada Allah mana pilihan yang terbaik. Ternyata Ummu juga telah lama memendam rasa cintanya kepada Qasym saat pertama kali bertemu dulu, namun Ummu tidak pernah mengungkapkan kepada orang lain selain dirinya sendiri. Ternyata dulu waktu Qasym belajar melantunkan ayat-ayat suci Al Qur’an Ummu ada dekat situ, tetapi Qasym tidak mengetahui keberadaannya. Saat itu juga dua manusia itu saling jatuh cinta, karena dari laki-laki menganggap bahwa wanita itu bisa mendidik dan menemani dia di jalan Allah. Lalu dari wanita menganggap bahwa lelaki itu sangat mempunyai usaha keras untuk memperjuangkan sesuatu.
Keadaan Ummu lama kelamaan makin memburuk, karena banyak virus yang menyebar di tubuhnya ditambah fikiran yang menumpuk melebihi lapisan ozon. Qasym yang bekerja bekerja dan bekerja, mendengar kabar buruk itu lagi, ia segera menemui Ummu. Dibawanya Ummu ke suatu tempat,
“Ummu, kenapa keadaanmu semakin memburuk? apakah bantuan dariku tidak cukup?”
Dengan kondisi yang lemah Ummu menjawab
“Tidak Qasym, bantuan darimu itu sudah cukup untuk aku berobat, tapi maaf, uang itu tidak aku gunakan untuk berobat karena Ayahku tidak memperbolehkan menggunakan uang itu”.
Hati Qasym terasa sakit mendengar apa yang di omongkan Ummu,
“Ya kalau memang begitu, ya sudah Ummu. Aku akan pergi dari kehidupanmu untuk menghargai keputusan keluargamu itu”
“Keputusan apa?”.
Qasym lupa bahwa Ummu tidak tahu kalau dia dulu ingin menikahinya.
“Tidak Ummu, keputusan…” Sambil mencari-cari alasan.
Ummu berkata “Qasym, aku tahu bahwa kamu itu mencintaiku dan aku tahu kamu itu selalu berusaha keras untuk bisa menggantikan tugas Ayahku. Tapi berhubung Ayahku tidak menyetujui hubungan yang ingin engkau jalin denganku. Aku hanya bisa berdoa kepada Allah semoga kita bisa ditemukan di surga kelak dan bisa bersama-sama beribadah selalu kepada Allah”.
Qasym meneteskan air mata, dan berkata
“Ternyata engkau tahu semua itu?”.
“Iya, aku tahu semuanya apa yang kau lakukan untukku, mari kita pulang, waktu sudah hampir malam.”
Kemudian Ummu meninggalkan urusan dunia dan beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Akan tetapi, dia masih menyimpan perasaan cinta dan rindu pada Qasym. Tubuhnya mulai kurus dan tidak berdaya karena virus yang sudah menetap ditubuhnya, sampai akhirnya dia dipanggil menghadap Allah SWT. Qasym pun tidak melayat dan menguburkan, dikarenankan ia tidak tahu menahu bagaiamana kabar Ummu. Namun Qasym seringkali berziarah ke kuburnya, Dia selalu menangis dan mendo’akanya. Suatu waktu dia tertidur di atas kuburannya. Dia bermimpi berjumpa dengan Ummu dengan penampilan yang sangat baik. Dalam mimpi dia sempat bertanya,
“Bagaimana keadaanmu? Dan apa yang kau dapatkan setelah meninggal dunia?”
Dia menjawab, “Sebaik-baik cinta wahai orang yang bertanya, adalah cintamu. Sebuah cinta yang dapat mengiring menuju kebaikan.”
Qasym bertanya, “Jika demikian, kemanakah kau menuju?”
Dia menjawab, “Aku sekarang menuju pada kenikmatan dan kehidupan yang tak berakhir. Di Surga kekekalan yang dapat kumiliki dan tidak akan pernah rusak.”
Qasym berpesan, “Aku harap kau selalu ingat padaku di sana, sebab aku di sini juga tidak melupakanmu.”
Dia menjawab, “Demi Allah, aku juga tidak melupakanmu. Dan aku meminta kepada Tuhanku dan Tuhanmu (Allah SWT) agar kita nanti bisa dikumpulkan. Maka, bantulah aku dalam hal ini dengan kesungguhanmu dalam beribadah.”
Qasym bertanya kembali, “Kapan aku bisa bersamamu lagi?”
Dia menjawab “Tak lama lagi kau akan datang dan hidup bersamaku di surga ini.”
Lima hari setelah itu Qasym kecelakaan dan nyawanya tidak bisa diselamatkan. Do’a yang selalu dipanjatkan oleh Ummu dan Qasym di jabah Allah.
Quotes:
Kita bisa mencinta seseorang karena apa saja, yang paling sering kita mencinta karena terbiasa.Tapi cinta semisal ini sangat mudah hilangnya, semudah kita berpindah kediaman di lain kota. Karena sesuatu yang datang karena terbiasa, dia tanpa ikatan dan hilang pula karena tak biasa. Kita bisa mencinta seseorang sebab paras dan rupa, senyuman, gerik-gerak dan pandangan mata. Namun cinta semisal ini liar dan tak jelas arahnya, cenderung mengarah pada hal nista.Karena tumbuh lewat pandangan mata bukan jiwa, terikat pada yang fana dan berakhir oleh masa. Namun kita bisa juga mencinta sebab ketaatannya, seberapa besar dia cinta pada Tuhannya. Karena bila ia mencintai Allah kita pun mencintainya, sebab kita juga mencintai Tuhannya. Cinta ini kekal dan takkan pernah berakhir oleh masa, tidak hilang sebab jarak waktu dan dunia. Cinta karena Allah itu manis di mata indah di jiwa, karena bila karena Allah pastilah bahagia.

 

 

 

 

 

 

COFFEE LOVE


 “Cinta” yah, si gadis cantik yang bernasib malang, itulah panggilan yang pantas untukku. Memang aku hidup di keluarga berada, semua kemewahan mengelilingiku, punya teman yang banyak, dikejar sama cowok-cowok, mempunyai rumah 3 lantai, pembantu 8 orang, fasilitas lengkap, dan apa yang aku mau bisa aku dapatkan, tapi satu impian sederhanaku yang tidak pernah bisa aku dapatkan yaitu sebuah “Kasih sayang” mama dan papa.
“Jojo” satu nama yang selalu menetap di pikiranku. Sahabat kecilku yang tak tahu kemana perginya. Jojo dan keluarganya sangat baik padaku, bersama mereka aku bisa merasakan apa itu cinta dan kasih kekeluargaan, tapi saat usiaku menginjak 9 tahun tepatnya 11 tahun yang lalu jojo dan keluarganya pergi bagai ditelan bumi tanpa kabar sama sekali. Bahkan wajah jojo pun tak lagi kuingat.
“Dasar wanita tidak tahu di untung” Suara keras yang selalu terdengar oleh telingaku
“Kamu laki-laki bajingan, udah punya anak masih aja selingkuh sama abg” Teriak mama pada papa yang dari tadi memakai emosi
“Kurang ajar kamu” brukk, tangan papa mendarat ke pipi mama dan menamparnya.
Pertengkaran itu sudah tidak asing lagi bagiku, pertengkaran yang selalu aku saksikan saat mama dan papa libur kerja ataupun pulang kerja. Keluargaku tak sebaik keluarga-keluarga di luar sana. Papa adalah seorang pemilik “Perusahaan listrik” terbesar di indonesia, mama adalah produser di salah satu production house terbesar di indonesia dan mama juga pemilik hotel berbintang di bali dan di lombok.
“Mah aku boleh minta sesuatu gak sama mama?” Tanya ku pada mama yang sedang mengerjakan sesuatu di meja kerjanya.
“Boleh donk sayang, kamu mau minta apa? Mobil baru? Laptop baru? Atau apa? Bilang aja” Jawab mama begitu perhatian tapi tetap saja fokus pada dokumen-dokumen kerjanya.
“Aku hanya minta sejam dari 24 jam waktu mama untuk bersenang-senang atau bercerita denganku” Kataku sambil memegang tangan mama.
“Sayang, mama banyak kerjaan, kalau kamu mau liburan bilang aja, mau ke hongkong, bangkok, singapur, paris atau ke mana aja pasti mama turuti tapi kamu sediri yah, mama lagi sibuk banget” Kata mama yang sangat membuatku kecewa, tanpa sepatah kata pun aku pergi ke luar dari ruangan mama dan berjalan menuju ruangan kerja papa. Hari ini hari minggu tetapi mama dan papa masih sibuk bekerja walaupun di rumah.
“Pah aku boleh minta sesuatu gak?” pertanyaan itu aku ulangi lagi pada papa.
“Mau minta apa sayang? Sebutin aja” Jawab papa yang juga sibuk pada laptop putih besar milik papa
“Ini kan hari minggu, kita liburan yah? Sejam atau dua jam aja pah” Kataku sambil menunduk takut akan jawaban papa yang pasti akan mengecewakan.
“Sayang, kamu gak liat yah papa lagi apa? Papa gak bisa kemana-mana dulu, papa lagi sibuk banget nih, kamu ajak teman-teman kamu aja yah” Yah aku sudah menduga akan kata-kata yang keluar dari mulut papa, aku melangkahkan kakiku tanpa sepatah kata pun aku keluar disertai air mata. Ku ambil sepedaku lalu aku pergi meninggalkan rumah yang bagai neraka itu.
Tidak bisa dipungkiri lagi, yah kemana lagi aku pergi kalau bukan ke “cafe coffee” favorit, cafe yang tidak terlalu besar tapi sangat membuatku nyaman, cafe itu terletak di pinggir danau. Aku memarkir sepedaku dan masuk ke dalam cafe itu lalu duduk di bangku pojok favoritku.
“Segelas coffee late kesukaan ratu cinta” Kata toby seorang cowok pelayan cafe yang sangat lemot tetapi selalu membuatku tersenyum
“Sepiring cake coklat buat sih cantik cinta” Kata lala sih cewek berambut ikal yang selalu berlaku konyol.
“Cinta pasti suka coffee late buatan gue donk, dari pada cake coklat ikal buatan sih cewek ikal” Toby mengejek lala.
“Enak aja, kaca mana kaca? Gak sadar? Lu juga ikal kaliii.. Gue tabok juga lu” Balas lala lalu memukul kepala toby menggunakan baki.
“Udah udah.. Enak dua-duanya kok” Kataku sambil ketawa melihat kelakuan lucu kedua sahabatku itu.
Di cafe inilah kutemukan bahagiaku. Seluruh pelayan cafe sudah menjadi keluargaku. Tapi tanpa terasa air mataku tiba-tiba menetes membasahi pipiku.
“Lu kenapa cin?” Tanya lala dan toby serentak..
“Gak apa apa kok” Kata ku lalu menghapus air mata ku tetapi terus saja mengalir. Toby dan lala pun tak sampe hati menggangguku akhirnya mereka pun pergi..
Aku sangat sedih akan perlakuan kedua orangtuaku.
“Nih” seorang pria yang memberiku sapu tangan lalu pergi kembali ke pojok cafe, pria itu adalah “Joshua” pria tampan sih pelayan cafe itu yang selalu memandangiku dari pojokan, pria itu selalu memberiku sapu tangan saat aku menangis, sapu tangan yang ia berikan tak terhitung lagi, dan aku meletakan sapu tangan itu di sebuah kotak besar di kamarku. Pria itu memang baik, tapi ia sangat pendiam tidak sama seperti pelayan lain yang nyerocos sana sini. Selama aku mengenalnya belum ada kalimat lain yang keluar dari mulutnya selain “Nih” saat memberikan sapu tangan padaku.. Air mata selalu membasahi pipiku, rasanya hanya ingin menangis dan menangis.
“Ting-ting-ting” suara petikan gitar terdengar di telingaku.. Aku membalikan badanku dan ternyata semua pelayan cafe menari dan menyanyi lagu “Price tag by jerssie j” untuk menghibur ku.. Senyum terpancar oleh wajahku..
“Ini kami persembahkan untuk sahabat kami cinta” kata seluruh pelayan cafe itu setelah bernyanyi untuku..
“Makasih yah, kalian adalah keluargaku” kataku lalu kami semua berpelukan.. Kesederhanaan seperti ini lah yang aku impikan dari dulu..
Di tengah keseruan itu aku menoleh ke “Joshua” yang hanya duduk di pojok cafe lalu melempar senyum padaku..
“Senyum itu? Senyum yang tak asing lagi bagiku!! Tapi siapa dia? Ini pertama kali aku melihat senyumnya tapi senyum itu sangat membuatku nyaman” Batinku mulai bercampur aduk, pikiranku mulai melayang ke masa lalu tapi aku setelah aku mengorek-ngorek masa lalu itu di ingatanku tetap saja aku tidak mengingat senyum yang tak asing lagi bagiku itu…
Berhari-hari aku berdiam diri untuk bernostalgia, rasa penasaran itu terus muncul di hatiku, hingga aku membuka sebuah album 11 tahun yang lalu, kutemukan foto jhojo yang sedang senyum memegang secangkir coffee.
“Aku tahu” Pintaku langsung mengambil tas dan pergi menuju cafe coffee tempat ku berjumpa dengan joshua.
Aku menengok kiri kanan, di pojok-pojok cafe, kucoba menelusuri cafe itu namun tidak kutemukan batang hidung joshua.
“Lala, kamu lihat joshua gak?” tanyaku pada lala yang sedang membuat coffee pesanan orang
“Joshua? Di cafe ini gak ada nama joshua” Jawab lala yang sedang sibuk dengan coffee pesanan orang.
“Yang biasa buat kopi di pojok itu” Pikiranku mulai bingung dengan jawaban lala.
“Cinta lo udah berbulan-bulan nongkrong di cafe ini dan gue udah berbulan-bulan kerja di cafe ini, tapi kagak ada manusia yang namanya joshua di cafe ini ini apalagi yang buat coffee di pojok situ, yang ada jono satpam depan komplek gue” Jawaban lala sedikit bergurau.
“Lala, ini bukan saatnya bercanda, gue serius” Kata ku mulai kesal dengan kata-kata lala yang suka bercanda
“Gue juga serius cinta” Lala langsung ninggalin aku.
“Sapu tangan” Dua kata tergambar di pikiranku, sapu tangan yang diberikan joshua padaku.
Aku langsung berlari ke rumahku setibanya di sana aku mengambil sebuat kotak berwarna merah di bawah ranjang.
Kubuka satu persatu sapu tangan yang sangat banyak itu. Mataku mulai berkaca-kaca dan tanpa kusadari air mataku sudah mengalir deras saat membaca isi sapu tangan tersebut. Terdapat satu kata per sapu tangan itu. Kususun hingga menjadi sebuah kalimat yang bertuliskan “Teruslah tersenyum dan jangan menangis cinta saat mata itu tersenyum itu tandanya aku bahagia hapus air matamu dengan sapu tangan ini, air matamu juga tanda kesedihanku, aku selalu ada bersamamu, dunia kita berbeda tetapi cintaku tidak akan pernah berubah jojo sayang cinta”
Ternyata jhojo sudah meninggal 11 tahun yang lalu saat aku mengalami kecelakaan dan aku buta, ia mendonorkan matanya tanpa sepengetahuanku, saat itu ia juga sedang mengalami sakit ginjal yang sudah sangat parah.
“Dia sudah pergi jauh tetapi bayangnya selalu menjagaku” Sahutku di pinggir danau di temani secangkir coffee late kesukaanku.
Jhojo atau pun joshua dia lah lelaki terhebat dalam hidupku, kita berbeda dunia tetapi dia selalu menjagaku, waktu yang mempertemukan, waktu juga yang memisahkan, di cafe inilah kutemukan bayang jhojo dan sahabat-sahabat yang luar biasa. Hidupku begitu pahit seperti pahitnya coffee tetapi aku tahu cara menikmatinya biar terasa manis dan enak.


















 

PRINCE OF SCHOOL


Langakahku untuk masuk sma favoritku telah tercapai setelah perjuangan panjang kulalui untuk memohon kepada mama dan papaku, banyak syarat kuikuti dan akhirnya saat ini aku bisa mengenakan seragam berwarna putih dan berjas biru serta rok mini seperti sekolahan korea.
Sma high school musical sangat favorit bagi semua pencinta musik, sekolah ini telah menerbitkan banyak musisi-musisi ternama, dan aku salah satu siswa beruntung bisa masuk ke sekolah itu, aku mengambil musik piano klasik bersama teman baruku nada.
“Melody” panggil nada mendekatiku sambil tergesa-gesa.
“Kenapa nad? Kok tergesa-gesa gitu?” tanyaku lalu menghentikan denting piano ku.
“Lo harus liat itu. Lo kan jomblo” Kata nada sedikit mengejek dan menarik tanganku ke luar kelas.
Aku ternganga melihat seorang cowok bagaikan pangeran berjalan di koridor sekolah bersama kedua temannya yang juga ganteng.
“Kita harus cari tahu tentang dia” Aku menarik tangan nada dan mengikuti si pria yang kuanggap prince of school.
“Mikhael” panggil beberapa siswa cewek saat ia memasuki kantin.
“Mikhael minta foto donk” “Mikhael I love you” “Mikhael tanda tangan donk” bla bla bla dan bla, seluruh siswa cewek mengerumuni dia bahkan banyak siswa dari sma tetangga yang datang hanya untuk minta foto dan lain sebagainya.
“Ternyata dia populer” Kataku lalu memutar langakahku kembali ke kelas.
Nada tak lagi bersamaku dan mungakin dia juga ikut dalam kerumunan cewek-cewek itu. Aku melupakan semua keinginanku untuk bisa memilikinya karena dia cowok populer sedangakan aku hanya siswa biasa.
Denting piano mulai kualunkan dan lagi-lagi nada datang menggangguku.
“Melody.. Gue tau semua tentang dia, namanya mikhael anak drum kelas xii. Lo harus bisa dapetin dia” Kata nada panjang lebar tetapi aku tidak mempedulikannya.
“Mel ayolah” Nada terus membujuku untuk memperjuangakan cinta prince of school.
“Dia prince of school, sedangakan gue ade kelas yang baru masuk dua minggu yang lalu” Sahutku sambil memainkan piano sekolah.
“Dengerin gue” nada memegang kedua pipiku “Lo itu cantik, baik dan kaya. Mana ada cowok yang gak mau sama lo. Pokoknya lo harus berjuang demi mikhael, kalau di sekolah ini ada prince berarti harus ada princessnya juga donk” Perkataan sahabatku ini memang selalu membuatku semangat.
“Tapi mungakin ini terakhir kali gue bantu lo” Nada menunjukan wajah sedih “Gue harus pindah ke singapur besok” Kata nada yang membuatku sedih.
Baru dua minggu nada sekolah di sini dan dia harus pindah karena tuntutan pekerjaan papanya. Mau apalagi aku tidak punya hak untuk melarangnya pergi. Setelah kepergian nada tiga minggu yang lalu aku menemukan teman baik bernama aksel, aksel membantuku untuk mendapatkan hati mikhael, aksel anak drum kelas xi. Aksel membantuku berjuang demi cinta sih prince of school. Segala cara telah kami coba mulai dari mengantar bunga ke rumahnya, memberinya coklat, memberinya kejutan dan lain sebagainya.
“Dia sama sekali gak ngerespon perjuangan lo mel” Kata aksel saat makan bakso denganku
“Aku harus berjuang” kataku dengan semangat 45.
Aksel selalu setia mendampingiku untuk mendapatkan cinta mikhael. Hingga di suatu malam tepatnya di hari ulang tahunku mikhael memberiku kado dan setelah perjuangan sebulan lebih akhirnya aku mendapat perhatian mikhael meskipun belum pacaran tetapi aku dan mikhael selalu jalan dan main bersama. Hingga komunikasiku dan aksel terputus. Hampir sebulan aku lost contact bersama aksel, meskipun di sekolah selalu bertemu tetapi jarak antara kita tidak sedekat dulu.
Suatu malam mikhael menyatakan cinta padaku, rasanya seperti mimpi, dan perjuanganku telah terbalas. Tetapi aku merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatiku, tanpa menjawab pertanyaan mikhael mengenai perasaannya aku langsung berlari menuju rumah aksel.
Kutemui aksel di halaman belakang rumahnya sedang memainkan gitar.
“Aksel dia nembak gue” kataku lalu duduk di samping aksel.
“Bagus donk, udah terima aja” sahut aksel dengan hati tak menentu.
“Gue sadar bahwa gue sayang sama lo” Kataku sambil menggenggam erat tangan aksel
“Gue juga sayang sama lo mel. Tapi lo harus nerima dia yang udah lo perjuangin selama ini” pinta aksel juga menggenggap erat tanganku.
“Gue akan memperjuangakan dia yang nemenin gue saat mendaki, bukan dia yang nungguin gue di puncak.. Rasa pada mikhael udah hilang, gue bakal perjuangin cinta lo, lo orang yang tepat buat jadi prince of school” Aku memeluk aksel.
“Gak perlu lo perjuangin, kita udah sama-sama berjuang. Gue ingin kita menjadi pasangan yang saling memperjuangakan” Kata aksel sangat bijaksana membuat ku tarsanjung.
Kini aku hidup bahagia bersama aksel, aksel menjadi prince of school setelah mikhael pindah sekolah.
Mikhael hanya prince of school sementara, tetapi aksel adalah prince of school sesungguhnya.. Terkadang orang yang kita anggap biasa saja pada akhirnya akan menjadi something spesial in your life






















 

IN THIS CLASS


Waktu, Adalah memori yang berjalan. Memori serta kenangan nan indah dari masa-masa sekolahku. Namun, Seiring berjalannya waktu, Kita sudah mulai berpisah, Kita sibuk dengan kegiatan kita. Kita sudah meninggalkan sekolah kita yang lama. Sekolah baru pun tampak begitu saja di depan mata. Kita pun mulai akrab dengan sekolah baru ini. Waktu pun terus berjalan. Kami meninggalkan sekolah kami. Beranjak ke pendidikan yang lebih tinggi lagi. Semuanya karena adanya waktu. Memori yang berisi kenangan masa lalu tiba-tiba lenyap dari kepala kita. Karena kita mulai bekerja dan melupakan teman lamanya. Kita pun sulit bersatu lagi.
Hingga suatu hari, Kita sudah tua. Kita duduk di bangku sekolah dasar kita. Dengan sedih mengingat memori yang sudah tidak bisa diingat lagi. Perlahan penyesalan datang. Kenapa kita tidak berkumpul seperti ini saja sejak dulu? Kami berlagak aneh dengan satu sama lain. Padahal dulu kami sangat akrab dan bermain layaknya anak kecil. Kami menaiki jendela ketika pintu terkunci. Masih ingatkah kau… Dengan memori itu? Aku pun masih ingat. Di meja yang lusuh ini. Kutulis bermacam-macam sehingga dimarahi oleh wali kelas kita. Di depan kelas yang mungil ini kau dihukum karena kita tidak bisa akur. Atau saat aku lupa membawa tugas kelompok sehingga kita harus membersihkan halaman sekolah yang amat luas itu, Lalu kau peringatkan aku dengan berbagai macam cara? Masih ingatkah kau dengan gerbang depan sekolah yang menyambut kita setiap pagi? Sungguh.. Ingin ku kembali ke masa-masa yang penuh kenangan itu. Bagi kami, Melihat meja yang berurutan ini sangatlah .. Beruntung. Walaupun kini kita sudah lupa satu sama lain. Enam tahun kita bersuka-duka bersama. Sifat kita tak pernah sedikit-pun berubah. Karena aku ingat.., Saat kau mengeluh di kelas karena ulangan dadakan. Sungguh nostalgia rasanya bila kita bisa kembali ke masa itu.
Dulu kita berteman dengan ketulusan hati, Dan saling berbagi. Ingatkah kau? Ketika kita keliling sekolah untuk minta maaf kepada adik kelas sebelum ujian? Saat itu wajah kita memerah karena malu saat mengetuk pintu. Ingatkah kau? Ketika kita merasa tidak enak karena serba salah lalu kau menceritakannya pada kami di koridor kelas? Ingatkah kau ketika sedang membersihkan kelas, Anak-anak nakal itu selalu menginjak lantai ini? Bisa-bisanya aku lupakan kenangan berharga itu. Sungguh sangat mengecewakan. Aku mengecewakan diriku sendiri. Bodohnya aku yang selalu berpikir tentang diriku sendiri. Egoisnya diriku yang berdiri disini. Aku baru menyadarinya. Kini, Kami pun ingat kembali. Masa-masa yang indah itu.
7 Tahun lalu
“Nala!, Psst! Jangan tidur saat pelajaran begini! Kau menyusahkanku!,” Fena membangunkanku tanpa diketahui guru. “Fena!,” Ucapku dengan keras sehingga membuat semua menoleh padaku.
Guru yang tadinya sibuk menulis soal menjadi memperhatikanku dengan kaku dari depan kelas. Sungguh menusuk pandangannya. “Nala!, Kamu tidur di kelas saya?, Kamu tidur jam berapa semalam?,” Tanya guru itu. “T..t..ti..dur.. Ja..m set..setengah.. Itu..,” Tanpa kusadari, Aku menjadi gugup sendiri. “Jawab yang jelas!,” Bentakannya terdengar semakin jelas.
“Setengah du..a pa..gi,” Setidaknya setengahnya terdengar jelas, Itulah yang ada di benakku.
“Baik! Saya maafkan kali ini, Tidak untuk kedua kalinya. Serta sebagai hukumannya saya akan memberitahu ibumu untuk membuatmu tidur lebih awal,” Tatapannya mengarah kembali ke papan tulis dengan kelas yang sunyi. Setelah itu, Bel istirahat berbunyi. Fena tampak lega karena tidak dimarahi. “Fena!, kenapa aku dibangunkan?,” Tanyaku dengan wajah penuh kantuk. “Setidaknya kamu harus disiplin Nala!,” Fena membuatku kehabisan kata-kata. Karena aku memang orang yang tidak pandai mencari kata-kata. Fena memakan bekal makan siangnya dengan wajah penuh kemenangan. Namun hanya untuk beberapa menit. Wajahnya seketika pucat.
“Ada apa Fena?,” Tanyaku penuh tanda Tanya.
“Aku.., Lupa buat Pekerjaan rumah.., Bahasa Indonesia..,” Dia semakin pucat. Tetapi, Aku terbahak-bahak. Karena sebenarnya, Tidak ada PR bahasa. Karena Fena saja yang terlalu disiplin. “Hahahaha,” Tawaku terlepas di tengah keramaian Koridor depan kelas. Mereka tak mempedulikanku tentu saja, Mereka sudah sibuk dengan obrolan mereka. Mendengar kata-kataku Fena menjadi lega. Lalu ia mengajakku jalan-jalan memutar sekolah.
Kami melihat tikus besar yang lepas, Spontan kami terkejut, Lalu kami langsung berlari ke kelas. Namun, DI tangga, Aku terpeleset, Karena ada yang menumpahkan air disana. Kakiku terkilir. Sungguh tak beruntung. Fena mengangkatku dibantu Gina. Gina pun bertanya, Kenapa aku berlari seperti itu. Setelah mendengar pernyataan kami, Gina tertawa. “Tikus? Yakin? Tidak salah lihat? Sebenarnya penjaga sekolah kita memelihara kucing besar, Tapi bentuknya kalau dari jauh mirip tikus!,” Gina tertawa sampai menangis-nangis.
“Kembalikan kaki sehatku!,” Aku tidak terima. Tentu saja.
“Sudahlah, Nala. Yang terpenting, Kamu sudah Belajar kan? Buat ujian sekolah dua minggu lagi?,” Gina mencoba menghentikan tawanya. “Tentu!,” Jawabku polos.
Seusai ujian sekolah… 7 tahun lalu
“Besok perpisahan di hotel dekat sekolah itu!,” Ujar Fena seolah tak sabar. Aku mengangguk dan mendengarkan saja. Aku hanya berpikir. Bukannya perpisahannya sudah usai kemarin ya? Batinku. “Uhh, Fena, Bukannya perpisahannya kemarin ya?,” Tanyaku. Fena membatu. “Oh iya!, Fena kan tidak masuk kemarin,” Gina memperhatikan novelnya. “Oh begitu ya..,” Fena tampak pucat.
“Kalau mau jalan-jalan saja kami bisa sih menemanimu,” Aku berusaha meruntuhkan batu Fena. “Benar nih Nala?,” Tampak bunga-bunga bermekaran disebelah Fena. “Iya,” Kami mengangguk. “Kalian sahabatku yang baik!,” Fena menepuk-nepuk punggung kami. Sepulang sekolah, Kami menemani Fena ke pusat perbelanjaan. Fena menyembunyikan sesuatu dari kami. Kami membeli baju-baju dengan model yang sama. Lalu, Sebelum pulang, Fena memberi kado yang disembunyikannya. Ternyata kalung perak dengan bentuk bulat dan emoticon Sedih. Karena beberapa hari lagi, Kami benar-benar lulus.
Saat hari kelulusan, Fena membawa berita mengejutkan. “Maaf ya! Aku Tak bisa satu sekolah lagi dengan kalian. Aku harus pindah ke Bandung untuk kerja ayah dan ibuku,” Fena memberikan senyum kepasrahan lalu pamit dengan buru-buru karena pesawatnya sebentar lagi berangkat. Gina yang biasanya cerewet kini menjadi diam. Sunyi. Kami tak bisa berkata apapun. Gina tidak memperhatikan jalan ketika kami pulang bersama, Gina terserempet. Kakinya patah, Serta ia kehilangan indra perasanya.
“Sekarang memori itu tak kembali. Itu tujuh tahun lalu,” Ujarku. Tak kubayangkan jika mereka turut berkumpul disini. Aku akan menangis. Mengingat semua memori yang kita lakukan bersama. Walaupun saat itu.. Kita masih sekolah dasar. Ya.. Memori kita tidak hanya itu. Kita sudah bersama sejak kelas satu. Enam tahun persahabatan yang penuh pertengkaran serta kedamaian. Aku rindu masa-masa itu. Aku ingin melihat kalian. Berdiri. Disini di depanku. Mengatakan ‘halo’ Atau ‘selamat datang kembali’ Kepada mereka. Aku ingin melihat kalian berdiri tegak dengan senyum bahagia.. Seperti memori indah tujuh tahun lalu. Sanggupkah kau? Kemarilah! Datanglah… Kumohon..

“Maaf! Apakah aku terlambat?,” Sosok disiplin yang pernah kulihat kembali. “Maafkan aku! Yang tidak disiplin bukanlah aku tapi pesawatnya!,” Sosok itu masih mencintai disiplin sebegitunya. “Ah! Nala!, Halo!,” Dia memelukku. Aku menangis di tempat yang membawa kenangan manisku. Lalu, seorang gadis dengan tongkat menceramahi kami. “Bodoh!, Bukannya sudah kubilang! DI kelas bawah saja! Merepotkanku saja! Huh!,” Cara berbicaranya pun tak berubah ketika kesal. Kupeluk mereka. Di depan teman-temanku yang lama..





































 

KALUNG PEMBERIAN RESA

Zahra sudah lama bersahabat dengan Resa, tapi sayangnya Resa harus pindah ke Perancis, karena Papa dan saudara kembarnya tinggal disana. Resa memberikan sebuah kalung kepada Zahra sebagai kenang-kenangan.

5 tahun kemudian
Zahra bermain di taman. Tapi tanpa sengaja ia menghilangkan kalung pemberian Resa.

Keesokan harinya di sekolah Zahra kedatangan murid baru. Wajahnya sangat mirip dengan Resa, hanya saja rambutnya sedikit bergelombang. “Hai, Resa” Zahra mencoba untuk menyapa murid baru itu. “Namaku bukan Resa, tapi Risa” jawabnya yang ternyata bernama Risa “Oh, Risa ya namamu, kenalkan aku Zahra, salam kenal ya” “salam kenal juga”. Mereka pun mengobrol bersama.

Sore harinya Risa bermain ke taman sendirian. Lalu ia menemukan sesuatu. “Bukankah ini kalung milik kak Resa” gumamnya “Tapi tunggu, kenapa disini ada tulisannya ‘Zahra’ ya, apa ini punya Zahra? Ah, aku bawa saja” akhirnya Risa membawa kalung itu.

Keesokan harinya ia ke sekolah membawa kalung itu. “Apa ini punyamu, Zahra?” Tanya Risa “Ya, ini punyaku. Terimakasih banyak, Risa” jawab Zahra dengan senang “Emh… Zahra, itu dari Resa ya?” Tanya Risa ragu “Kok kamu tau? Wajahnya Resa itu mirip kamu loh” “Aku ini sebenarnya kembarannya Resa” mendengar jawaban Risa, Zahra langsung kaget. “Lalu dimana Resa sekarang?” Tanya Zahra. “Kak Resa sekarang sudah meninggal akibat kecelakaan pesawat” jawab Risa dengan wajah sedih. “Kok bisa?” “Iya, dia itu kangen dengan kamu. Dia ingin ke Indonesia. Awalnya Papa sama Mama gak ngizinin, tapi karena kak Resa bersikeras akhirnya Papa Mama ngizinin dia. Dan beberapa hari kemudian, Papa, Mama, dan aku dengar kabar kalau pesawat yang ditumpangi kak Resa jatuh ke samudera” Risa bercerita panjang lebar dengan tangisannya. Begitu juga Zahra. “Berarti, Resa meninggal gara-gara kangen aku. Aku emang pembawa gara-gara” Zahra berteriak dengan sangat kencang sambil menangis. “Risa, aku janji. Aku akan selalu di sampingmu. Kamu akan bersamaku selamanya, enggak akan pernah berpisah” ucap Zahra yang menirukan kata-kata Resa saat dulu. Mereka pun berpelukan. Tanpa mereka sadari, roh Resa ada di samping mereka. Roh Resa tersenyum bahagia melihat mereka.

THE END
KENAPA KESABARANKU SELALU DIUJI

Mencoba flashback ke belakang, saat itu kegelapan dan kesedihan aku telah hilang karena seseorang datang yang selalu membuat aku happy kembali. Dia bernama ahmad rajih kerap disebut ncep. Saat itu aku tau dia mempunyai seorang kekasih yang bernama purwanti. Sangat berbeda denganku, dia tomboi, anak geng. Tak lama mereka berdua bubaran entah karena apa. Selang beberapa hari mereka putus. Dan hari makin hari pula aku sangat dekat dengan ncep. Orang yang membuat aku selalu tersenyum. Gak lama kita pdkt dia mengungkapkan semua perasaannya pada malam jumat. Hiks hiks.. Pada saat itu juga aku sangat senang sekali telah bersama dia. Aku menilai bahwa ncep itu beda dari laki-laki yang lain, dia piatu. Ibunya meninggal saat dia duduk di bangku sd. Kelakuan dia nakal mungkin karena kurang kasih sayang dari sosok ibu. Tapi aku yakin sosok nakal dia bukan dia yang sebenarnya. Mungkin hanya dia nutupin dari kenakalannya bahwa dia sangat kesepian. Ayahnya juga jarang ada di rumah.

Satu bulan bersama dia banyak sekali semua yang kita lakuin, saat kita main bersama menghabiskan waktu berdua, hanya berdua! Senang rasanya. Sejenak berpikir alangkah sempurnanya aku jika aku terus bersamanya untuk selamanya!

Pada suatu hari aku telah selesai menyelesaikan ujian kenaikan kelas, setelah ujian pasti identik dengan libur panjang, dan aku bergegas liburan ke orangtua di bandung, aku tinggal di disini bersama nenek saja.

Selama aku liburan disana tidak ada komunikasi antara aku dan ncep. Dia menghilang tanpa kabar, tapi aku berfikir dengan singkat mungkin dia tidak mempunyai pulsa, ataupun dia sibuk.
Keesokan harinya dia masih tak ada kabar, tak lama handphoneku berbunyi suatu sms datang dari salah satu teman kecilku di kampung halaman, bahwa dia mengatakan melihat ncep bersama perempuan lain pergi ke pantai. Hanya berdua! Saat itu aku kaget dan tak menyangka. Mana mungkin dia bisa melakukan itu. Aku masih tak percaya dan aku terus mencari cerita itu fitnah atau fakta!

Pada malam harinya, aku mengirim sebuah pesan ke ncep. Isi di pesan itu sebuah rasa kekecewaan aku padanya. Dia tidak membalas. Aku mengirimnya berulang ulang kali. Tak lama dia mengakui kesalahannya bahwa benar siang tadi pergi dengan perempuan lain. Dan yang sangat mengejutkan perempuan itu adalah mantan dia sendiri yang udah nyia-nyiain dia. Yang sudah sakitin dia, tapi dia pergi bersamanya

Astaghfiruloh.. Saat itu aku sangat tak percaya dia telah melakukannya. Perasaanku saat itu campur aduk, ada rasa kecewa, kesal dan hal lainnya. Hubungan ku saat itu sedang di ujung tanduk yang akan membuat kita bubaran.

Tapi dia mengakui kesalahannya dan dia meminta maaf dan berjanji untuk tidak mengulanginya kembali. Saat itu juga aku memaafkan kesalahan dia. Karena memang juga aku sudah berjanji ke alm. Ibunya untuk merubah kepribadiannya. Purwanti cewek sangat nakal maka aku tak ingin melepasken ncep bersama purwanti kembali.
Keesokan harinya hubunganku baik baik saja seperti semula. 1 minggu telah berlalu dan aku bergegas untuk pulang ke kampung halaman pada hari minggu pukul 05.00 (subuh) dan sampai pukul 12.00 (dzuhur). Senang rasanya telah tiba dikampung halaman. Liburanku sisa 1 minggu lagi, karena waktu itu aku berlibur panjang selama 2 minggu. Hari senin sampai dengan sabtu aku menghabiskan liburan bersama teman teman. Dan pada hari minggu liburan terakhir aku liburan bersama ncep. Kita mengunjungi salah satu wisata yaitu citumang salah satu wisata air terjun yang banyak dikunjungi orang, ada juga wisata asing yang berkunjung kesana. Aku melihat banyak sekali orang orang yang berenang menggunakan pelampung untuk menelusuri sungai yang ada disana. Alangkah bahagianya mereka. Aku hanya bisa melihat karena saat itu aku tidak membawa baju ganti. Saat itu ncep melihat mimik wajah dan mataku yang sangat serius melihat orang sekitar, dia tau bahwa aku ingin sekali seperti orang orang lainnya. Dia bertanya “kamu ingin berenang?” saat itu aku hanya bisa menganggukan kepala dengan wajah yang sedikit sedih. Dia pun berkata “minggu depan kita kesini lagi yah, kita berenang” aku hanya bisa mengangguk bahagia dan tersenyum bahagja. Akhirnya nanti aku bisa berenang di tempat indah itu.

Saat kita sedang asyik bercanda. Aku melihat waktu telah menunjukan pukul 15.00 dan kita berdua bergegas untuk pulang.

Saat dalam perjalanan pulang sedikit sekali kita berbicara. Karena aku sangat lelah sudah main seharian bersamanya. Saat dalam perjalanan aku memeluk dia sangat erat dan aku tidur di pundaknya. Aku berbicara dalam hati “Ya allah sampai kapan aku bisa memeluk dia, bercanda dengannya seharian, sangat nyaman rasanya. Aku gak mau kehilangan dia ya allah”

Ketika telah sampai kita pulang ke rumah masing masing. Malam nya tak ada komunikasi, karena aku sangat lelah, setelah isya aku langsung tidur. Mungkin dia pun seperti itu.

Hari makin hari cepat berlalu, aku sangat tak sabar menunggu hari minggu. Tapi aku salah besar, ternyata semua keinginanku tak mungkin tercapai, karena aku mengetahui dia telah mengkhianati aku, dia menduakan aku. Lagi lagi mantannya! Si purwanti! Ya allah aku sangat tak menyangka. Saat itu tubuhku kaku dan tak bisa apa apa. Semua terasa lemas begitu saja. Semua hilang. Semua hancur. Semua berantakan hanya karena perempuan itu. Ya allah kenapa dia setega itu. Kenapa saat ncep ada di sisinya dia mengabaikan bahkan menyianyiakannya. Ya allah saat iti aku sangat kecewa. Kenapa orang yang aku sayang dia tega melakukan hal itu. Tanpa memikirkan perasaanku.

Hati dia bagai iblis
Hari demi hari aku mencoba untuk melupakan dia. Tapi kenapa 20 dari 100% sedikit sekali aku bisa melupakannya.

Hari demi hari juga aku telah bisa melupakannya, namun belum untuk kenangannya.
Setelah 14 hari aku tak ada hubungan apa apa dengannya handphoneku berbunyi saat aku sedang menonton salah satu tanyangan televisi. Salah satu telah mengirim pesan padaku. Orang itu adalah ncep orang yang telah menyakitiku. Dia berpesan dia sangat menyesal. Tapi aku mengabaikan semua pesan yang dia kirim. Keesokan harinya saat aku di sekolah banyak sekali temanku yang berkata bahwa ncep benar benar menyesal. karena tak sedikit dari temanku yang diajak cerita olehnya.
Saat aku telah pulang sekolah. Sejenak berfikir apakah dia benar benar menyesal apa hanya omongan saja. Dan aku memegang ponselku untuk membalas pesan yang malam dia kirim. Aku mencoba memaafkan dia yang kedua kalinya. karena mungkin kali ini dia memang telah menyesal.
Hari makin hari aku selalu mengirim pesan padanya. Kita dekat kembali, namun saat itu belum ada kata balikan. Suatu hari dia dia beda. Smsku hanya dibalas beberapa saja. Sikap dia menjadi dingin. Kenapa dia berubah lagi? Aku terus mencari tau apa penyebabnya.

Keesokan harinya salah satu temanku mengatakan bahwa ncep telah mempunyai kekasih baru. Aku sedih, kecewa untuk yang kesekian kalinya. Jika dia mempunyai kekasih lalu untuk apa dia mendekatiku kembali. Dia bilang dia menyesal dan lain lain. Apa dia hanya berniat untuk memainkan perasaanku saja?

Lebih mengagetkan lagi. Pasangan baru dia adalah temanku yang selama ini aku ajak curhat tentang dia. Dia tega melakukan itu semua. Sedangkan dia tau bahwa aku masih sangat menyayangi ncep.
Ya allah kenapa “Kesabaranku selalu diuji” cukup ya allah cukup.

Saat itu kebahagianku rusak karena purwanti. Setelah perempuan itu musnah kenapa datang perempuan lain yang mengambil kebahagiaanku.

Mulai sekarang aku akan melupakan dia. Benar benar melupakan. Tak akan lagi aku sakit hati untuk yang ke sekian kalinya!






















 

KAMU, AKU, DIA ADALAH KITA

Bila waktu mempertemukan kita lebih awal mungkin aku yang akan menjadi sahabatmu yang pertama. Tapi, tak apa lah aku tetap menyayangimu dan begitu pula mereka.
Alsya adalah anak yang pendiam sebelum bertemu dengan 3 sahabatnya, kesukaannya itu membaca komik, novel dan bermain game. Sementara itu Elsa sahabatnya dari Sekolah Dasar, orangnya imut, tapi agak alay dan lebay. Lalu Rayna, orangnya murah senyum dan Ramah. Dan terakhir adalah nova yang gak bisa diam, kadang gak jelas dan periang.
Ini sudah memasuki semester akhir di SMP, perjuangan mereka sudah memasuki tahap yang paling rumit menurut sebagian orang. Tapi disaat-saat seperti ini ada saja rintangan yang mengguncang persahabatan.
Ya itu Reva anak yang sok cantik dan kecentilan, akhir akhir ini Rayna sering berbicara dengannya dan kurasa dia akan menjadi pengaruh buruk untuk persahabatan kami.
“Al, lihat deh tuh si Rayna kok sekarang dia sering banget bareng sama si Ratu Macan sih” Ucap Elsa.
“iya tuh pake sok akrab gitu lagi” Kata Nova sambil menunjuk ke arah Reva dan Rayna.
“sudahlah, memangnya kenapa?, gak ada salahnya ‘kan cuma ngomong” Alsya bersikap tenang.

Mereka pun meninggalkan halaman dan pergi ke kantin. Lalu beberapa saat kemudian datanglah Rayna.
“Hey Sa, AL, Nov, kenapa belum pesan?” Ucap Rayna dengan senyuman.
“kamu ngapain tadi sama dia?!” Ucap Elsa dengan Ketus.
“Siapa? Reva?”
“iya lah siapa lagi coba” sambut Nova.
“oh itu tadi hanya bahas kelompok IPA”
“Tapi Ray, akhir-akhir ini kamu sering banget pulang bareng, ngobrol, dan main sama Dia!” sambung Elsa. “apa kamu sadar Ray? Kamu dulu itu kan benci banget sama si Ratu Macan itu”.
“Ya itu kan dulu” jawabnya singkat.

Rayna pun pergi meninggalkan kita, tanpa senyuman dia berjalan, dengan mata yang sinis dan langkah cepat.
Aku mulai berfikir apa ini sungguhan atau mimpi, sebelumnya kita semua baik baik saja kan?. Fikiranku semakin kacau, seperti aku tak bisa berfikir jernih dan kepalaku pun mulai sakit. Langkahku terasa terhenti dan mataku buram, Ya buram dan kurasa sekarang semuanya gelap.
Aku bangun dan tak tau ada dimana, saat kulihat ada 3 orang yang berdiri disana. Dan mulai terdengar suara kecil, “apa kau baik baik saja”, oh ternyata itu suara orang orang yang berada di hadapanku.
Pengelihatanku mulai jelas dan Aku melihat 2 orang perempuan dan 1 orang laki-laki. Ah apa?! Hanya 2 perempuan? Aku kan mempunyai 3 orang sahabat, kenapa hanya 2?
“Haru-chan apa kau baik baik saja?” Ucap Reza.
“Al, tak apa-apa kan?”

Haru? Aku tau panggilan itu, dan hanya satu orang yang memanggilku seperti itu, Yaitu Reza. Reza adalah seseorang yang pertama kali menyukai hal yang sama sepertiku, kita menyukai Jepang! Kami suka lagu, budaya, dan negara itu. Ya, kurasa aku mulai suka padanya saat kelas VII. Tapi itu Semua harus aku pendam, karena aku tau Nova juga suka padanya.
“Aku baik”
“tadi kau pingsan saat ingin naik tangga, untung saja ada Reza, jadi dia yang mengendongmu ke sini” Ucap Elsa.
“Kamu berat Haru” Reza pun berbisik.
“ih apaan sih” wajahku merah.

Huh, hal yang paling aku senang, Ya, saat bersama sahabatku dan orang lain yang aku sayangi itu.
Hari berlalu,dan sekarang Rayna tak pernah lagi datang ke Taman ini. Kami hanya bertiga, dan terkadang Reza juga ikut datang kesini.
“Sa, kok si Rayna jarang ke sini Ya, di telpon juga gak dijawab” Kata ku sedikit murung.
“biarin aja AL, dia kan sudah Punya teman baru, nanti juga dia akan di tinggalian sama si Ratu Macan kalau dah bosen” Ucap Elsa dengan Ketus.
“lah kita tinggalin si Rayna dimana? Kan tadi dia sama si Reva?” Kata si Nova.
“ih gak nyambung deh kamu, au ah, mendingan kita tinggalin Nova saja yuk AL” Elsa sedikit sebal karena Nova gak faham.

Aku hanya tersenyum melihat ke arah Nova saat tanganku ditarik Elsa.
“ih kok malah ditinggal kan aku nanya baik baik”
Nova pun berlari mengejarku dan Elsa.
“sudah ah Sa, sakit nih tanganku”
Elsa melepas tangaku dan melihat Reva dan Rayna. Dia terlihat kesal, Ya dia kan teman terakrabnya Rayna, dia gak akan mau si Rayna berteman dengan orang yang tidak baik. Tapi mau bagaimana lagi, mungkin sudah jalannya kita akan terpecah.
Elsa datang ke hadapan Rayna “oh jadi begini, Ini yang katanya teman, Ini yang di sebut persahabatan? Iya?”
“kamu gak jelas deh Sa, memangnya kenapa? Kamu gak Punya teman gitu? Iri sama aku, karena aku temenan sama The Baby girls?” (the baby girls = grupnya Reva, Yang katanya anak zaman yang gaul).

Elsa dan Rayna bertengkar, aku tak tau harus apa. Aku sudah coba melerai tetapi tetap saja.
Aku tak tau, aku bingung, aku aku aku… Hah emosiku memuncak.
“sudah!! Kalian ini gak berfikir apa? Ini sekolah, Tempat belajar, bukannya bertengkar..”
“diam saja kamu AL” ucap Reva

Hah masih tak berhasil, kurasa itu tujuan Reva! Ya menghancurkan persahabatan kita, sekarang Rayna di pihaknya.
Aku harus bisa Membuat mereka kembali, Ya tapi dengan cara apa?.

“Aku sudah muak dengan ini Semua” aku mulai berbicara Kasar. “jika kalian mau bertengkar silahkan lanjutkan! Tapi aku kecewa dengan kalian! Kalian itu berfikir gak sih?! Kalian ini hanya diadu domba oleh si Reva! Dia itu hanya ingin persahabatan kita ini hancur!”
Aku berjalan ke arah Reva. “Dia hanya Iri! Karena persahabatan kita ini tak pernah ada masalah, Ya itu kan anggapanmu?” “seharusnya kamu gak gini Rev, kalau kamu mau persahabatan mu seperti kita, harusnya kamu jangan jadi sumber masalah!, Kamu fikir kita semudah itu untuk tetap Setia seperti ini? Tidak kamu salah! Kita ini membangun persahabatan dengan susah payah! Dan sekarang kamu coba untuk menghancurkannya!” aku mulai mengeluarkan air mata dalam kemarahan ini. “kamu egois!”

Aku pun lari, Dari belakang Reza mengikutiku.
Kenapa ini terjadi lagi Ya Tuhan! Ku kira mudah untuk menjalani Semua!
“Haru!” Suara Reza dengan lembut.
Isak tangisku terdengar, Reza mencoba menghiburku, tapi aku mengusirnya.
“sudahlah” Dia memegang bahu ku.
“pergi sana, aku ingin sendiri!”
“Haru”
“pergi!”

Akhirnya Reza pergi dan beberapa saat kemudian tangisku mereda, dan mendengar langkah kaki banyak orang, serentak beberapa orang merangkulku dari belakang. Ya, itu Elsa, Rayna dan juga Nova.
Mereka Semua menyesal dan ingin Semuanya kembali lagi.
“Alsyaa..”
“maafin kita Ya, kita gak bermaksud..” terpotong.
“aku sudah maafkan bahkan sebelum kalian memintanya”
“kita janji, kita akan terus bersamamu dan tak kan pernah buat seperti ini lagi”

Tangan kita pun berpegangan dan bersatu membentuk lingkaran. Dan janji itu di saksikan oleh Reza.
Inilah akhir.. Hmm bukan kurasa awal dari persahabatan kita, dan mungkin aku juga akan mempunyai kisah yang Indah Bersama Reza…








 

STASIUN BALAPAN

 “Ning Stasiun Balapan Kuto solo sing dadi kenangan kowe karo aku… nalika ngeterke lungamu..” lagu milik Didi Kempot itu yang menjadi lambang utama Stasiun Balapan, Solo. Di Solo, Rahma lahir dan menetap sampai ia berusia 14 tahun, baginya kota Solo adalah kota yang paling indah dan penuh dengan sopan santun. Begitupun dengan bahasa yang dipakai masih bahasa jawa krama, Rahma terlahir di keluarga ningrat yang mewah, ayah dan ibunya berbisnis kesana kemari dan jarang berdiam di rumah. Hanya ia dan ketiga saudaranya yang selalu menjaga rumah, mereka adalah mas Jhon, mas Amir dan mbak Anis yang selalu menjadi kakak terbaik yang membimbing dan menjaga Rahma selama orangtuanya ke luar kota.
Malam ini Rahma duduk menyendiri di teras rumah, “Nduk arep ngapa toh ning njaba dewean?”, “Mboten wonten mbak, kulo badhe ngeces!!”, “Oh iyo wes mengko nek kadhemen enggal mlebu yo, ora pantes perawan ning njaba bengi-bengi”, “Inggih mbak”. Rahma memang anak yang patuh, ia tidak pernah sekalipun membantah kakak-kakaknya. “Dhek Rahma ana apa toh kok yo di luar sendirian?” ucap mas Amir yang baru saja pulang kerja. “Mboten mas niki loh kulo ngeces, cari angin gitu kalau bahasanya mas Amir”, “Oh, mbak Anis ada?”, “Ana mas teng wengkeng”. Mas Amir adalah mahasiswa fakultas Ekonomi Pembangunan di Universitas Negeri Kota Solo, ia mendapat beasiswa semenjak SMP. Hanya mas Amir yang selalu memakai bahasa Indonesia untuk berkomunikasi, sedangkan mas Jhon, mbak Anis dan Rahma masih kental dengan bahasa jawa khas Solo.
Hari berganti hari, kini mas Amir telah lulus dari kuliahnya dan mulai menyusul mas Jhon bekerja meneruskan pekerjaan ayah dan ibunya yang masih di luar kota. mbak Anis juga sudah masuk Perguruan Tinggi di Solo sedangkan Rahma yang kini duduk di kelas IX SMP 05 Solo masih tetap rendah hati dan baik. Baru beberapa hari sudah banyak teman–teman di kelas Rahma yang ingin menjadi sahabatnya, bahkan banyak pula siswa yang mencoba mendekati Rahma yang memang terkenal cantik itu.
Suatu hari ada sebuah surat di atas bunga Lili yang tergeletak di atas meja Rahma, dalam surat itu Rahma diminta untuk ke taman sekolah menemui sang pengirim bunga. Betapa terkejutnya Rahma sewaktu melihat sosok yang menungunya di taman, “Ada apa toh mas? Kok aku disuruh kesini?”, “Rahma, aku mau bilang sesuatu sama kamu, aku cinta kamu, aku tresno awakmu. Gelem ora Rahma dadi pacarku?” Rahma terkejut memahami ucapan orang yang ada di depannya. Ia tak menyangka bahwa Ivan yang selama ini diam-diam ia simpan dalam hatinya ternyata juga menyukai dirinya “Lhaa terus orangtua kita gimana mas? Bukankah orangtuaku dan orangtua mas tidak pernah akur dan entah ada dendam apa di antara mereka?” jeda Rahma. “Wis lah, kita kan nggak pernah ikut campur urusan mereka jadi apa masalah kita?” Rahma pun tersenyum, ia menerima cinta Ivan dengan bahagia
Hari-hari Rahma dan Ivan semakin ceria, namun kekhawatiran Rahma tentang keluarganya pun terjadi juga. Kakak-kakaknya telah mengetahui bahwa Rahma berhubungan dengan Ivan, spontan mereka marah dan memperingatkan Rahma untuk memutuskan hubungannya dengan Ivan, “Kowe iki yo’opo toh nduk, kowe kan wes ngerti nek bapak lan ibu iku ora seneng karo keluargane Ivan, kok dadi kowe malah pacaran karo Ivan!” ucap mas Jhon, “Anu mas… kulo mboten saget pisah kaleh mas Ivan, kulo tresno kaleh mas Ivan”, “Alaaah kowe iki nek dikandani yo ngeyel, wes tah tinggalen ae iku Ivan, gawe opo nek pacaran tapi gak direstui karo bapak lan ibu. Percuma Rahma!” sergah mbak Anis. “Mbak, kulo mboten mangerteni masalah nopo ingkang wonten teng keluargane mas Ivan kaleh bapak lan ibu, kulo mboten saget pisah kaleh mas Ivan. Kulo niki pun tresno kaleh mas Ivan”, “Nduk, masalah sing ono antarane bapak ibu lan keluargane Ivan pancen ora mbok ngerteni tapi sejatine kowe kudu nurut opo kang dadi omongane bapak lan ibu nek keluagane dewe gak oleh bergaul karo keluargane Ivan, pokok’e mas Jhon gak kepingin krungu Rahma cedek karo Ivan maneh lan mulai saiki kowe kudu pisah kaleh Ivan” mata Rahma mulai berkaca-kaca, ia tidak mengerti kenapa masalah ini harus ada pada dirinya dan Ivan.
Keesokan harinya, Rahma menemui Ivan dan menceritakan apa yang terjadi di rumahnya kemarin, tentang marahnya mas Jhon dan sikap tidak sukanya mbak Anis cukup membuat Rahma kebingungan. Tetapi Ivan tetap saja membantah dan ingin mempertahankan hubungan ini bagaimananpun caranya, “Rahma, aku nggak mau pisah sama kamu, aku sangat mencintai kamu Rahma”. Tanpa mereka ketahui ternyata ada yang memata-matai mereka selama di sekolah, mata-mata itu suruhan mas Jhon yang ingin Rahma benar-benar jauh dari Ivan. Rahma pulang dengan bus langganannya, ternyata di rumah telah berkumpul ayah, ibu dan kakak-kakaknya, “Alhamdulillah bapak kaleh ibu sampun wangsul, kepripun kabaripun bapak kaleh ibu?” ucap Rahma setelah ia menyalami ayah dan ibunya. “Wis toh nduk, kowe lungguh disek kunu bapak arep takon”, “Wonten nopo pak?”, “Apa iyo kowe pacaran karo Ivan anak’e pak Bayan musuh’e bapak iku?”. Rahma terdiam ia tak tahu harus menjelaskan seperti apa kepada ayahnya, akhirnya ia memutuskan untuk mengatakan hal yang sebenarnya kepada semua yang hadir di ruang tamu itu, “Enggih pak” ucap Rahma sambil menganggukkan kepala. Seketika wajah ayah berubah garang dan memerah karena terbakar emosi, ia meminta Rahma untuk melupakan Ivan karena 2 minggu lagi mereka akan membawa Rahma ke Jakarta. Dalam kebimbangan Rahma tidak bisa mengatakan apa-apa pada Ivan, ia hanya bisa menghindar dengan harapan Ivan akan mudah melupakannya.
2 minggu kemudian…
Hari ini Rahma dan semua keluarganya pindah ke Jakarta untuk menempati rumah baru hasil kerja keras ayah dan ibu mereka. Keberangkatan kerata 3 jam lagi, tapi belum ada tanda-tanda Ivan menemui Rahma. Padahal ia sudah memberitahu Ivan tentang jam keberangkatan ke Jakarta, “Rahma…” suara teriakan yang ia kenal membuat Rahma berpaling dan mencari sumber suara. Ternyata suara itu milik Ivan, tanpa memperdulikan orang lain dua sejoli itu berpelukan dan mengucap kata perpisahan. Setelah beberapa lama akhirnya jam keberangkatan Rahma pun tiba, mas Amir menggandeng tangan Rahma untuk segera menaiki kereta. Kini genggaman tangan Rahma mulai merenggang dan akhirnya terlepas dari tangan Ivan, mereka hanya bisa melambaikan tangan masing-masing.

“Ning Stasiun Balapan Kuto Solo sing dadi kenangan kowe karo aku, nalika ngeterke sliramu… Ning Stasiun Balapan rasane koyo wong kelangan kowe ninggal aku, ra kroso netes eloh ning pipiku… Da… dada sayang… Da… selamat jalan…”
Sebuah perpisahan adalah awal dari sebuah pertemuan baru…











 

SURAT MERAH JINGGA

Hari ini surat merah jingga itu datang lagi dengan 1000 puisi cinta yang indah, tanpa aku tahu siapa yang mengirimkannya setiap seminggu sekali. Surat itu datang tadi pagi saat aku masuk ke kelas, tanpa aku tahu siapa orang yang meletakkannya di mejaku. Sudah lima kali aku mendapatkan surat merah jingga itu, puisi-puisi yang ditulis juga berbeda-beda. Sajak puisi itu mirip sekali dengan sajak tulisan Chairil Anwar, indah dan mengesankan di hati.
Pagi ini aku sangat terkejut, surat merah jingga ke-6 ini benar-benar membuatku terpaku dan keheranan. Kuperhatikan sajak puisi itu begitu indah, kata-kata yang tertulis begitu menakjubkan. Sampai aku membaca bait terakhir puisi itu…
“Aku memang bukan matahari yang menyinari bumi
Tapi aku ingin menjadi satu-satunya
Orang yang memiliki hatimu”

Awalnya aku biasa-biasa saja, tapi setelah aku pahami sepertinya puisi tersebut memiliki makna yang penuh dengan cinta. Aku semakin penasaran dengan pengirim surat merah jingga itu, mengapa dia selalu memujiku yang sebenarnya tidak memiliki kelebihan apa-apa. “An, menurut kamu dia ini orangnya kayak gimana. Aku penasaran sama dia, aku pengen tahu anaknya kayak gimana!” ucapku pada Annisa yang sedang sibuk dengan komiknya. “Kalau dilihat dari tulisannya sih kayaknya dia romantis, terus dia baik, nggak sombong dan rajin menabung!” ucap Annisa dengan sedikit melirikku. “Kenapa nggak kamu ajak ketemuan aja, Prith. Siapa tahu kamu bisa dengan jelas memahami dia itu siapa!” tambah Annisa. “Tapi gimana caranya ngajak ketemuan, trus mau ketemuan dimana? Aku kan jarang ke luar rumah.”. “Dia kan anak SMU kita juga, kenapa nggak kamu tulis aja di surat. Trus ketemunya di area sekolah kita aja. Kan gampang!”. Aku menyetujui usul Annisa, aku pun menulis surat untuk pengirim surat merah jingga tersebut. Dan kuletakkan surat itu di tempat surat merah jingga biasa letakkan.
Esok harinya, aku melihat surat berwarna biru di atas meja. Tanpa menunggu lama lagi, aku langsung membaca surat itu. Tak ada kata lain selain,
“Maaf, aku masih belum siap bertemu dengan orang yang kupuja. Aku hanya bisa memberikan nomor HP agar kita bisa berkomunikasi. Ini nomor hape aku, 727666666.”
Aku sedikit menyesal dengan keputusan yang ia buat, tidak mau bertemu denganku. “Gimana Prith? Dia udah mau ketemu kamu?”. “Nggak An, dia nggak mau ketemu sama aku. Dia cuma ngasih nomor hapenya, mungkin dia memang nggak benar-benar suka sama aku. Dia cuma pura-pura mengagumiku!”. “Jangan bilang gitu Prith, mungkin dia belum siap aja ketemu kamu. Dia kan sangat mengagumi kamu, ya kamu hubungi dia aja dulu. Siapa tahu kalau udah akrab bisa diajak ketemuan.”. aku menyetujui usul Annisa, sepulang sekolah aku langsung menghubungi Si pengirim Surat Merah Jingga.
Sender : 727666666
“ThaNkz eA, Qmu dAh Mw Bn7in Quwh. Qmu eMank tMend Yg bAeg”

Sudah agak lama aku mengenal si pengirim surat merah jingga, namanya Rases Arsena. Dia memang anak SMUku juga, tapi dia jarang ke luar dan bergaul sehingga aku pun tidak mengenalnya. Baru 2 minggu akrab di sms, aku merasa dia itu orang yang baik dan perhatian. Dia akrab memanggilku kelinci, dan aku pun akrab memanggilnya kucing. Aku mulai tahu bagaimana sifat Arsen, dia adalah siswa berprestasi di SMUku. Karena sudah lama menjadi sahabat, Arsen mengusulkan nama untuk persahabatanku dengannya, “Princess The Rases”, itu gabungan namaku dan namanya. Princess Pritha Ayoendha Sari dan Rases Arsena. Aku bahagia memiliki sahabat sebaik dan selucu dia, selamanya aku akan setia menjadi sahabatnya.
Hari ini ada pertandingan sepak bola, aku dan yang lain menonton dari sebelah barat. Aku melihat ada salah satu pemain yang selalu tersenyum jika saling bertatap mata denganku, entah siapa dia dan apa yang diinginkan. Satu minggu ini, aku telah berpacaran dengan Bryan anak kelas 2 IPS 1. Tapi aku merasa biasa saja jika bersamanya, tidak ada perasaan apa pun yang aku rasakan saat bersamanya. Namun begitu, aku tetap merasa senang jika berada di samping kapten sepak bola itu.
To: KuCink
“Cink, Qmu kNal g’ s5 BryAn nAk clazz 2 IPS-1 iu?”

Smsku terkirim ke nomor Arsen. Tak lama kemudian HPku bergetar
“…kenal, kenapa emang?”
Sender: KuCink

To: KuCink
“Emh…Dy cWo Quwh and Dy oRg prTaMa yg Bkin QuWh BhAgiA!”

“Oh,”
Sender: KuCink

Sejak malam itu, Arsen tidak pernah ada kabar dan sama sekali tidak pernah muncul di facebook. Aku menjadi pusing dan bingung, karena hanya dia yang bisa membuatku tersenyum.
Kamis pagi ini begitu membosankan, Bryan yang selama ini kukenal baik sebagai pacarku ternyata dia selingkuh di belakangku. Aku duduk di belakang kelasku, “Hey, kamu kenapa kok sedih gitu? Nich buat menghapus air mata kamu!” ucap seorang siswa yang belum kukenal sebelumnya. Dia duduk di sampingku, “Kamu siapa?” tanyaku, “Aku sahabat kamu, beberapa hari yang lalu kamu marah sama aku gara-gara aku bilang pacar kamu selingkuh!”. Aku terkejut, tak berapa lama aku ingat pada kucing. Ya! Arsen yang akau marahi sewaktu ia mengatakan bahwa Bryan selingkuh dan ternyata apa yang dikatakan Arsen benar. “Kamu Arsen?”, “Ya, aku Arsen. Rases Arsena!”. Aku menceritakan semuanya pada Arsen, dia menenangkan aku dalam pelukannya.
Siang ini aku dan Arsen pergi ke toko buku, “Prith, kamu suka buku-bukunya Chairil Anwar nggak?” ucap Arsen sambil menunjukkan buku yang dimaksud. “Ya, aku menyukainya semenjak ada surat merah jingga dimejaku!”. “Apakah kamu mau menjadi putri mahkota hatiku seperti yang ada dalam puisiku?”. Aku belum sempat menjawab tapi tiba-tiba ada yang menarik tanganku. “Prith, maafin aku karena udah bohongin kamu, tapi jujur aku sangat mencintai kamu!” ujar Bryan mencoba meyakinkan aku lagi. Aku melihat Arsen sedang menatapku seolah-olah berharap agar aku menolak. “Bryan, aku memang sangat mencintai kamu dengan tulus dan sepenuh hati. Aku bahkan selalu berharap kamu datang dan memintaku kembali…” sengaja aku memotong ucapanku dan melihat Arsen yang mulai pergi, “Tapi… aku tidak akan mau mencintai kamu lagi Bryan!”. Aku meninggalkan Bryan dan mengejar Arsen, “Arsen… tunggu…!”. Aku berhenti di depannnya, “Aku ingin menjadi putri mahkota hatimu untuk pertama dan terakhir, Arsen!”. Senyumnya mengembang begitu manis, aku bahagia melihat dia bahagia karena aku mulai mencintainya. Akhirnya, aku dan Arsen menjalin kisah kasih terindah, dia tidak lagi memanggilku kelinci, tapi dia memanggilku Princess dan dia adalah Princeku.
THE END
TENTANG AKU DAN IBU
Kasih sayangnya adalah hidupku dimana setiap belaiannya adalah kebahagiaanku. Ibu. Dia adalah pelita dalam hidupku, ia penolong hidupku dan dia adalah napasku.
Pagi ini aku berangkat ke sekolah seorang diri, aku tahu ibu telah mengantarku setiap hari. Aku masih duduk di bangku sekolah dasar, usiaku masih 6 tahun dan disini aku adalah murid terkecil di kelas 1B SD Negeri Darungan 02. “Hai, aku duduk sama kamu ya?” ucap seorang gadis dengan gaya rambut kepang dua yang giginya belum rata. Aku hanya mengangguk dan tersenyum, lalu ia meletakkan tasnya di bangku sebelahku. “Hay, namaku Intan, kamu siapa?” tanya gadis itu sambil mengulurkan tangannya. “Aku Vhyta!” aku pun membalas uluran tangannya. Beberapa lama kemudian, aku kembali hanya diam melihat tingkah laku teman-teman baru di kelasku. Banyak sekali teman yang ingin berkenalan denganku, ternyata benar apa yang dikatakan ibu tentang aku. “Vhyta itu cantik, pinter, baik, pasti nanti banyak yang mau temenan sama Vhyta. Ibu yakin, teman-teman baru Vhyta pasti suka kalau punya temen kayak Vhyta!” ucap ibu tadi malam. Aku benar-benar bahagia hari ini, aku mengenal seorang teman yang sangat baik dan manis. Namanya Kiki, dia adalah cucu dari temannya nenekku.
“Assalamu’alaikum… Ibu aku pulang!!” ucapku saat masuk kedalam rumah, ibu langsung menyambutku dengan pelukan khasnya. Aku menceritakan suka riaku hari ini kepada ibu, ibu mendengarkan sambil membelai rambutku yang sangat tipis. Ibu mengatakan kalau aku memang pantas memiliki banyak teman, ibu tersenyum saat aku katakan bahwa wali kelasku menunjukku sebagai ketua kelas. Aku belum berani bercerita tentang Kiki kepada ibu, aku ingin mengenalnya dulu. Ibu memintaku mandi dan ganti baju sebelum makan siang. Aku menuruti apa yang ibu ucapkan, karena walau begitu ibu adalah malaikat pelindung hidupku yang sangat baik.
Keesokan harinya, aku kembali masuk sekolah seperti biasanya, “Vhyta, aku boleh duduk di bangku yang ada di depan kamu nggak?” tanya Kiki saat aku baru masuk ke kelas. Aku mengangguk, kemudian Kiki tersenyum sambil duduk di bangku depanku. Entah kenapa aku sangat senang saat Kiki berada di sampingku, dia selalu melindungiku saat di sekolah. Seperti hari ini, ada rombongan anak kelas 5 yang mendatangiku. “Oh, jadi ini ketua kelas 1B, kecil banget.. hahahahhaha…” ucap anak berambut kriting bernama Jun. “Masih kecil aja udah sok jadi ketua kelas, mau kakak anterin pulang nggak dek? Hahahaha…” ledek anak yang berkulit hitam. “Udah… dia bisa nangis kalau kalian yang ganggu, adek yang manis kakak boleh minta uangnya nggak?” ucap anak yang paling tinggi bernama Riza. “Aku nggak punya uang kak!” ucapku dengan lugu. Tapi mereka memaksaku memberinya uang, tiba-tiba Kiki datang, “Hey, jangan ganggu dia!” ucap Kiki. Anak kelas 5 tadi tiba-tiba mendekati Kiki, aku tidak tahu apa yang mereka lakukan kepada Kiki. Aku melihat Kiki terjatuh dipukul anak kelas 5 itu, aku segera berlari menghampirinya. “Kiki, kamu nggak kenapa-kenapa kan?” ucapku dengan cemas.
9 Tahun Kemudian…
Hari ini sangat cerah, aku menuruni tangga menemui ibu yang sudah duduk di meja makan. “Selamat pagi, ibu” ucapku sambil mencium pipi ibu. “Selamat pagi sayang. Ayo sarapan, 10 menit lagi kita berangkat ya!” ucap ibu. “Ok bos!”. Ibu sudah sering mengantarku sekolah, saat ini aku sudah duduk di kelas XI SMA. Aku selalu bahagia jika ibu selalu menemaniku setiap saat apalagi di usia remaja ini aku sangat membutuhkan ibu sebagai pelindung langkahku. Hari ini aku masuk sekolah seperti biasa, “Hai Vhyta, udah denger berita belum?” ucap Arin saat baru masuk ke kelas. “Apa’an?” tanyaku heran. “Ada siswa mau daftar sekolah disini!”. “Terus?”. “Denger-denger kata temen-temen dia cakep dan cool tahu nggak!”. Aku tidak begitu mempedulikan ucapan Arin, karena aku mendapat kabar dari ibu yang ingin pergi ke Korea. “Ibu, aku tinggal sama siapa kalau ibu pergi?” rintihku. Arin bingung melihat sikapku, aku yang biasanya ceria dan aktif hanya bisa diam saat wali kelasku meminta murid barunya duduk di sampingku.

Hari demi hari aku lewati, aku sangat kecewa saat tahu ibu pergi tanpa menunggu kepulanganku dari sekolah. “Ibu tega! Aku berhari-hari meneteskan air mata hanya untukmu. Tapi apakah ibu disana bisa merasakan betapa sakitnya hatiku saat tahu ibu meninggalkan aku? Ibu cepat pulang!” ucapku, “Ibu kamu pasti bisa merasakan apa yang kamu keluhkan saat ini, karena hati ibu memiliki ikatan batin yang kuat dengan anaknya,” ujar Ryan. Dia adalah siswa baru yang duduk sebangku denganku, dia memang perfect tapi saat aku mulai memiliki perasaan yang lain tiba-tiba aku selalu teringat pada Kiki. Aku merindukannya, sama seperti aku merindukan ibu saat ini.
2 bulan kemudian…
Air mataku tak bisa menetes, aku benar-benar merasa kehilangan saat ini. Ibu meninggal. Ia mengalami kecelakaan pesawat, aku masih belum percaya walau saat ini aku berada di makam ibu. “Imi dangsinui maeumeul jinjeong geoseun seulpeohaji anhseubnida. Modeuni geodaehan unmyeongida. Danasinui ganjeongeul inhaehabnida!” sebuah suara membuyarkan lamunanku. “Kamu siapa?” ucapku sambil menghampirinya. “Rizky Dangsineun ileum, Kikiga naegae jeonhwaleulhagon haesseoyo. Dangsineun gieoghasibnikha?”. Aku terkejut, ternyata sosok yang ada di dekatku kini adalah sahabat kecilku yang selalu aku rindukan. Kiki bercerita bahwa ibu menemuinya di Seoul, ibu ingin mempertemukan aku dengan Kiki. Ibu menaiki pesawat yang berbeda dengan Kiki, karena Kiki berangkat lebih lama. “Oh Ibu. Betapa besar pengorbananmu untukku, maafkan aku selama ini yang masih belum bisa menuruti apa yang kau inginkan!” rintihku. Kiki memelukku, ia menenangkan aku yang masih terguncang karena kehilangan ibu. Ibu adalah harta terbaik yang aku miliki. Aku tidak tahu harus melakukan apa untuk membalas semua kebaikan ibu, “Ibu, aku mencintaimu, sama seperti cintaku pada Kiki bahkan lebih besar padamu, Bu!”

THE END


















 

LELAH KEBERUNTUNGAN

Hari liburan akan segera berakhir, kira-kira kurang dari lima hari lagi. Dan hari ini aku harus pergi ke sekolah karena harus daftar ulang untuk syarat aku naik ke kelas berikutnya, sejujurnya aku sangat malas sekali hari liburku diganggu oleh syarat sekolah tersebut, tetapi jika aku tidak ke sekolah, aku tidak akan dianggap lagi oleh sekolah ketika aku nanti masuk kembali ke kelas. Tetapi besok juga masih bisa sih, tapi karena besok hari Jum’at aku jadi tambah malas, mending hari ini saja. Mau tidak mau aku harus pergi ke sekolah.
Jam 7 pagi aku mandi, biasanya sih ketika hari libur aku mandi ketika jam sudah menunjukkan pukul 10, tetapi karena aku harus datang ke sekolah, aku harus mandi jam 7 walaupun jam 7 juga sudah siang. Aku pun diberi bekal oleh ibuku, dan langsung berangkat menuju sekolah. Di perjalanan menuju sekolah, aku sangat lelah dan rasa kantuk masih menghantui diriku, hampir saja aku tertidur di jalan tetapi tak jadi karena ada bunyi handphoneku, dan itu pesan dari temanku. Katanya ia juga mau daftar ulang saat itu juga bareng denganku. Syukurlah jika ada temanku juga yang ingin daftar ulang di waktu yang sama denganku.
Sesampainya di sekolah aku tidak langsung masuk ke sekolah, aku menunggu di warung depan sekolahku untuk menunggu temanku datang karena ia minta ditunggu olehku supaya bisa bareng masuk ke sekolahnya. Tetapi sudah 15 menit ia masih juga belum datang, dan aku pun mencoba untuk mengirimnya pesan bahwa dia masih dimana. Ketika ada balasan, ternyata ia baru saja mandi, dan penantianku itu sia-sia, aku kira sebentar lagi ia sampai. Ternyata ketika akan mandi tadi, ia ketiduran karena semalaman begadang seperti denganku. Ah begitulah kelakuan temanku yang sering menjengkelkan, tapi hal tersebut sudah biasa bagiku, karena sering sekali dia beromong kosong.
Aku pun memutuskan untuk langsung menuju ke sekolah daripada harus menunggu lebih lama lagi temanku yang tengil itu. Ketika aku masuk ke sekolah hanya ada satu siswi saja yang bareng denganku, sepertinya mereka sudah daftar ulang ketika kemarin atau mungkin belum datang atau hari esok. Aku pun langsung menuju ruang Tata Usaha untuk mendaftar ulang, tapi ketika aku baru saja akan masuk ke ruangannya tiba-tiba saja teman sekelasku memanggilku dari arah masjid sekolahku, ternyata mereka sedang diam di masjid, aku kira mereka tidak pergi ke sekolah. Aku pun menuju masjid terlebih dahulu untuk sekedar bersalaman dengan mereka karena sudah lama tidak bertemu semenjak libur sekolah. setelah itu aku langsung kembali ke ruang Tata Usaha untuk melakukan daftar ulang, aku pun diantar oleh temanku.
Ketika aku baru saja menyelesaikan administrasi dan daftar ulang, temanku yang tengil tadi baru saja datang, lama sekali dia mandinya pikirku. Dan dia pun langsung menghampiriku, aku langsung mengatainya karena dia terlalu lama untuk datang ke sekolah. Tetapi dia hanya menghiraukan perkataanku, kemudian dia langsung memintaku untuk mengantarnya daftar ulang, aku pun mengantarnya karena walaupun dia tengil tapi dia adalah teman dekatku di sekolah atau bisa dibilang sebagai sahabat tengilku. Baru saja aku baik kepadanya, eh dia malah membuatku kesal lagi karena ketika akan membayar administrasi ia lupa mengambil uangnya di meja rumahnya. Alah ni anak teledor banget, dia juga langsung memintaku untuk mengantarnya pulang ke rumah, kalau bukan teman mana mau aku mengantarnya pulang apalagi rumahnya cukup jauh dari sekolah. Di perjalanan dia malah curhat inilah itulah tentang kehidupannya di rumah, katanya dia suka solat di masjid karena rumahnya dekat dengan masjid, curhat tentang ibunya yang mengesalkan lah semuanya dibahas. Dasar nih anak, aku pun hanya mendengarkan curhatannya saja tanpa menananggapinya.
Sesampainya di rumah temanku, aku lansung duduk di warung dekat rumahnya karena aku malu untuk masuk ke rumahnya. Tidak lama kemudian, temanku muncul dari balik pintu rumahnya sambil memegang uang yang tadi ia tinggalkan ke sekolah, dan saat itu juga kami langsung kembali lagi menuju ke sekolah.
Jam setengah sebelas siang, temanku itu baru menyelesaikan administrasinya karena ketika tiba di sekolah sudah ada banyak siswa yang mengantri untuk daftar ulang. Sesudah menyelesaikan semuanya, aku dan temanku pun langsung menuju ke rumah. Ketika di gerbang sekolah, aku bertemu dengan ketua ekstrakulikulerku, ia langsung menyuruhku untuk tidak pulang terlebih dahulu karena ada hal yang hasrus diselesaikan di ruangan UKS, saat itu aku sangat kesal karena aku sangat lelah. Tadinya aku akan kabur dan tidak akan kumpul, tetapi karena itu merupakan tanggungjawabku, terpaksalah aku harus menuruti perkataannya, dan temanku yang tengil tadi langsung pulang tanpa pamit denganku, tengil sekali dia.
Aku pun langsung menuju ke ruangan UKS bersama ketua PMR itu, sesampainya disana aku langsung berbaring di kasur UKS karena kasurnya begitu empuk dan nyaman. Ternyata di ruangan UKS sudah ada banyak pasien karena mereka kelelahan melakukan OSPEK dari ara anggota OSIS karena saat itu juga sedang di adakannya OSPEK di dalam kelas. Aku pun harus menangani semua pasien itu bersama dengan anggota PMR yang lain. Saat itu aku benar-benar lelah, sumpah sangat lelah. Tiba-tiba saja salah satu pembimbing siswi yang sedang sakit dari anggota MPK datang menjenguk anak didiknya. Sepertinya aku baru melihat dia, ternyata dia adalah anggota MPK. Ia begitu perhatian terhadap anak didiknya, suaranya lembut dan indah sekali ketika ia menanyai anak didiknya itu sambil sesekali tersenyum dengan senyum yang begitu indah. Menurutku ia begitu cantik dan baik sekali, dan sepertinya juga aku langsung tertarik kepadanya. Entah mengapa aku langsung dapat merasakan hal itu, tetapi ketika pertama kali melihat wajah dan mendengar suaranya aku langsung jatuh cinta kepadanya. Dan kebetulan aku baru saja putus dengan pacarku yang lama, dan aku sangat berharap kalau wanita itu belum mempunyai kekasih. Walaupun ia kakak kelasku aku sama sekali tidak peduli, yang terpenting aku langsung jatuh hati kepadanya.
Mataku tidak bisa berkedip sama sekali melihat wajahnya yang begitu indah, aku melihatnya di balik pintu ruang perawatan sambil duduk di kursi yang ada di dekat kaca. Aku sangat menikmati pemandangan yang selama ini belum aku dapati, pemandangan itu begitu indah sekali ketimbang pemandangan di pantai-pantai di Bali. Aku sama sekali tidak bisa berpaling dari tatapan mataku terhadap matanya, dan telingaku terfokus kepada suaranya yang begitu indah mengucapkan perhatian kepada anak didiknya itu.
Seketika lelah yang tadi melanda tubuhku ini menghilang begitu saja ketika aku melihat sosok wanita yang baru saja aku temui dan lihat itu. Aku sangat beruntung sekali tidak jadi kabur dan pulang ke rumah, karena jika aku pulang aku tidak dapat melihat dia dan mungkin tidak bisa mengenalinya. Rasa ini terlalu jatuh di dalam sosok wajahnya.
Sepertinya dia yang sedari tadi aku perhatikan merasa malu dan cukup terganggu dengan mataku yang tidak berkedip-kedip. Aku pun langsung beranjak dari tempat dudukku yang tadi dan menuju ke meja yang ada di dekat pintu UKS. Dan saat itu juga bidadari itu keluar dari ruang UKS dan langsung kembali ke kelasnya untuk membimbing calon anak-anak baru di sekolahku itu. Ketika dia akan kembali ke kelasnya, tiba-tiba matanya yang indah itu sedikit menoleh ke arahku dengan senyuman yang manis lalu menghilang terhalang oleh bangunan UKS. Aku begitu terkesima dan sekaligus senang karena ia bisa melihatku dengan senyumannya yang manis.
Hari itu begitu indah, begitu menyenangkan, begitu mengesankan, ingin rasanya aku mengulanginya lagi tetapi tidak untuk mengantar temanku yang tengil. Untuk hal yang itu bukan hari yang indah karena aku sangat lelah dibuatnya, tetapi lelah itu sirna seketika aku berjumpa dengan wanita yang menurutku indah itu. Tapi aku juga berterimakasih kepada temanku yang tengil itu, karena jika ia tidak lupa mengambil uang untuk daftar ulangnya mungkin aku tidak akan bisa bertemu dengan wanita itu. Karena waktu yang dipakai untuk mengambil uang itu adalah waktuku untuk berjumpa dengan wanita itu, karena jika tidak aku akan langsung segera pulang ke rumah dan tidak bertemu dengan ketua PMR itu, terimakasih untuk pak ketua dan temanku yang tengil. Aku akan segera menceritakan ini semua kepadamu, tengil.





































 

KELUARGA GESREK

Angin pagi menerpa wajah mulus Karin dan Iqbaal. Walau ini masih jam 6 pagi, mereka sudah berangkat ke sekolah. Entahlah apa yang mereka pikirkan sehingga datang sepagi ini.
“Baal, kamu sayang gak sama aku?” Tanya Karin
Iqbaal yang diberi pertanyaan seperti itu langsung menghadap ke arah Karin.
‘Sepertinya nih cewek lagi kesambet, tumben-tumbenan? otaknye lagi jalan’ pikir Iqbaal
“Sayanglah. Masa aa’ gak sayang sama bebeb Karin” jawab Iqbaal dengan nada alaynya
“Lu alay banget sih nyedh. Ampun dah, masa Karin anaknye nyak Dinda same babe Bagas punya pacar alaynye gakuna kek gini sih” ucap Karin dengan nada dramatisnya
Iqbaal yang mendengarnya hanya cengo dan mulai menarik kata-katanya bahwa Karin sedang lagi tidak gesrek, bahkan sekarang level gesreknya sudah tingkat tinggi.
“Hadehh mulai lagi dah gesreknya” gumam Iqbaal yang masih terdengar oleh Karin
“Apa?! Kamu bilangin aku gesrek. Okeypiks aku ngambek pokoknya” ucap Karin seraya berlari. Iqbaal pun mengikuti arah Karin dan mencekal tangannya dari belakang
“Karin, tunggu!” Cekalan tangan Iqbaal membuat Karin membalikkan badannya ke belakang
“Apa lagi hah? Kamu mau buat aku cry lagi?” jawab Karin seraya mengelap airmata buayanya
“Nggak kok. Cuman mau balikin nih sepatu kamu ketinggalan di bangku tadi” Iqbaal memberikan sepatu itu ke Karin, membuat pipi Karin bersemu merah karena menahan malu.
“Eh baal! Yok maen ke rumah aku, ntar aku kenalin dah lo sama nyak and babe tersayangku” ajak Karin
Iqbaal tersenyum manis menyetujui ajakan Karin
“Yokyoah pasti ikut gua mah, kan mau kenalan sama calon mertua” ucap Iqbaal

“Nyak! Babe! Karin koming bawa calon menantu kalian nih!” panggil Karin
“Mane? Mau babe test dulu, Baru bisa jadi menantu enyak same babe” ucap babe Bagas
“Wihh, ide yang bagus tuh be, nih si Iqbaal test aje, Karin mau ngegosip dulu sama enyak. Bye” Karin meninggalkan Iqbaal yang saat ini sedang diinterogasi oleh babe Bagas
“hobi lu apa? Warna kesukaan lu apa? Makanan favorit lu apa? Minuman favo—”
“Babe mau ngetest apa mau kenalan sih?” geram Iqbaal
Babe Bagas hanya memasang cengir kudanya membuat kumisnya terangkat sebelah
“Yodah, sejak kapan lu ketemu sama Karin dan ape alesan lu suka sama anak babe?” Tanya babe Bagas
“Iqbaal ketemu Karin pas….

‘Flashback On’
“Woy hajar tuh bocah, muke gile bener dah songongnye minta ampun. Golok mane golok?” suara lantang seorang gadis yang berseragam putih biru. Gadis itu menatap tajam lelaki yang berseragam sama dengannya
“Lu ngajak gue berantem? Sorry ya, gua sebagai cowok sejati gak mau ngelawan cewek” jawab lelaki itu dengan tegas
Gadis itu memicingkan matanya dan memutar-mutarkan? goloknya seakan itu hanya mainan.
“Ohh lu kagak tau sape gue, gue Karin anaknye nyak Dinda same babe Bagas. Gue anak Betawi original yang kagak takut ngelawan siapa pun, termasuk elo abege labil” ucap Karin seraya menggesek-gesekkan goloknya ke telapak tangannya
“Ohh berarti lo juga kagak tau siapa gua, gua Iqbaal anaknya juragan Ndoso sama Bu Dijah. Cowok paling kaya, keren, pinter Dan cinta damai gak kek elo” ucap Iqbaal remeh
“Berarti kita dulu…” ucapan Karin dipotong oleh Iqbaal
“Sahabatan!?!” ucap Iqbaal setengah percaya
“AAAA berarti elu Iqbaal cungkring yang suka makan emping, yang sembarangan kalo kencing, same sering pake anting-anting kan?!?” histeris Karin
“Iye, elu kan Karin cewek paling tomboy sekampung, yang sukanya maen kelereng, paling seneng kalo nyebur ke sungai sambil nyari ikan. Woyy gue kangen berat sama elo Rin!” iqbaal dan Karin saling berpelukkan dan begitu seterusnya Iqbaal dan Karin akur hingga mereka berpacaran.
‘Flashback Off’

“Ohh berarti lu anaknye juragan Ndoso, kalo kek gitu tanpa test-test’an lagi lu gue pilih jadi menantu gue. Selamat lu jadi calon menantu Babe Bagas dan Nyak Dinda” babe Bagas menyalimi Iqbaal sambil digoyang-goyangkan tangannya membuat Iqbaal kewalahan
“Hallu. Karin dan enyak kombek! Udeh belum beh test nye?” Karin dan nyak Dinda datang membuat babe Bagas melepaskan tangannya. Terlihat ada tanda merah di telapak tangan Iqbaal, biasalah babe Bagas adalah seorang jawara di kampungnya.
“Die tanpa test-test’an udah babe pilih, jadi kalo lu mau sekarang nikah juga kagak pape” jawab babe Bagas
“widih anak enyak udah mau nikah aja” ucap nyak Dinda
“Haha iya nyak makasih. Yes yes iqbaal gue jadi calon istri Lu!!!” teriak Karin membuat seisi rumah budeg seketika
“Hadehh beginilah punya calon ‘Keluarga Gesrek’ Ampun dahh” pasrah Iqbaal membuat Karin, babe Bagas dan nyak Dinda teriak
“APE!?!”
“Hehe, mangapin Iqbaal yak” Iqbaal menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

The End.





















 

PENYESALANKU ATAS KEPERGIAN AYAH

Saat itu pagi pagi sekali ayah duduk di teras depan, dengan kopi dan pisang dari ibu, aku melihat wajah ayah yang begitu pucat, terdiam menatap anak anak yang sedang bermain di jalan. “hay ayah, kenapa kok diam aja sendirian?” ayah melihatku dan mengelus rambutku “gak apa apa, sini duduk di samping ayah, sambil pijitin kaki ayah ya nak” aku pun memijat kaki ayahku yang putih dan terasa dingin sekali, entah kenapa tiba tiba ayah saat itu terlihat sangat sedih sekali, aku pun heran dengan sikap ayah saat ini “ayah sakit ya?” aku pun menanyakan hal itu pada ayah “tidak, ayah hanya membayangkan jika ayah sudah pergi dari dunia ini, bagaimana nasib kalian nanti” seketika itu aku langsung terdiam, entah tanpa sepengatahuanku, air mataku tiba tiba menetes mendengar ayah berbicara begitu “ayah kok gitu sih ngomongnya” aku sambil megang tangan ayah
“Nak seandainya bapak sudah pergi dari dunia ini, ayah minta tolong, simpan semua barang bapak jangan dibuang dan jaga mama sama adek kamu ya, kamu jangan nakal” ku melihat ayah berbicara seperti itu dan tak lama kemudian kelopak matanya berkaca kaca, aku tak tau kenapa ayah berbicara begitu.

Di hari kedua, ayahku ingin pergi ke Rumah sakit untuk cuci darah. Ayah mengidap penyakit ginjal, stiap seminggu 2 kali dia harus pergi ke rumah sakit untuk cuci darah, pagi itu aku sedang siap siap untuk berangkat sekolah, ayahku dan mama juga siap siap untuk pergi ke Rumah Sakit, entah kenapa hari itu aku gelisah sekali, merasa risau, tapi aku coba untuk menenangkan hatiku.
Jam menunjukkan pukul 06:59, pagi itu aku memang sudah terlambat untuk masuk sekolah, tapi entah kenapa rasanya ingin sekali aku menunggu bapak berangkat terlebih dahulu, “kamu berangkat aja nak, ini sudah hampir jam 07 pas, kalo kamu telat gimana” ujar mamaku, lalu aku pun berangkat, ketika aku sedang berangkat, langkahku terhenti saat aku mendengar suara mama yang begitu keras menjerit, aku berlari ke dalam rumah, spontan aku kaget saat aku masuk ternyata ayah sudah pergi meninggalkan kami semua, saat itu aku masih tidak percaya, kutatap wajah ayah yang pucat itu, “tidak mungkin ayah pergi meninggalkanku, ini tidak mungkin” desahku dalam hati, aku memanggil nama ayah berkali kali, memegang pipinya tetapi dia tidak terbangun sama sekali, aku hanya terdiam lalu omku datang dan mengecek keadaan ayah, “innalillahiwainnailaihirojiun” ucapan itulah yang kudengar dari omku, seketika itu aku langsung memeluk ayah, berteriak sekeras mungkin, aku masih tidak percaya ayah pergi meninggalkan kami secepat itu.
Hatiku hancur, dunia terasa runtuh saat aku tau bahwa ayah memang benar benar pergi untuk selamanya. Aku sangat menyesal karena dulu saat hari raya idul fitri, aku tidak sungkem dengan ayah, malah aku marah dengannya, penyesalan itu selalu terbayang olehku sampai sekarang ini, aku merasa sangat bersalah, saat itu aku kelas 3 Mts kelulusanku kurang 1 bulan, aku berharap ayah yang akan datang ke acara wisudaku, aku ingin ayah melihatku menggunakan kebaya, tetapi semuanya musnah karena kepergiaan ayah yang tak kuduga sama sekali.
Kepergian ayah membuatku terpuruk, membuatku hancur, hidupku sekarang berantakan, kepergian ayah juga membuat keluargaku menjadi hancur, kini aku harus bisa hidup dengan kesederhanaan, aku yang dulunya selalu menghamburkan uang, yang hidup mewah kini harus belajar mandiri karena keuangan kami yang semakin menurun dan sulit, tapi aku tetap sabar dalam hal ini, karena aku yakin. Suatu saat nanti aku akan berhasil dan bisa membahagiakan mama dan adikku seperti dulu lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar