Sabtu, 04 Februari 2017

Makalah Kekuasaan, Kewenangan dan Legitimasi



MAKALAH
KEKUASAAN KEWENANGAN DAN LEGITIMASI


logo-unpam.jpg

Di Susun Oleh :

v EKO WIGIYANTO
v NURPITRI

UNIVERSITAS PAMULANG
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Wewenang dan legitimasi sangat erat hubungannya dengan kekuasaan.Untuk memahami wewenang dan legitimasi, ada baiknya kita memahami konsep kekuasaan terlebih dahulu. Kekuasaan adalah kemampuan pelaku untuk mempengaruhi perilaku seorang pelaku lain, sehingga perilakunya menjadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan. Singkatnya kekuasaan merupakan cara seseorang merubah pikiran orang lain agar bertindak sesuai dengan kehendak pelaku, tanpa menghiraukan kerelaan atau keterpaksaan orang tersebut.

Dengan demikian berarti negara sebagi pelaku kekuasaan mempunyai kekuatan untuk menggunakan pemaksaan baik fisik maupun non fisik terhadap warga negaranya.Untuk membatasi kekuasaan, negara yang demikian maka dibuatlah undang-undang, dan konstitusi suatu negara.Inti dari pelaksanaan kekuasaan ialah apabila terdapat kerelaan dari seluruh warga negara untuk menerima perintah dan patuh.


BAB II
ISI

2.1  KEKUASAAN
2.1.1.   Pengertian
Ø Kekuasaan adalah kemampuan sesorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku sesorang atau sekelompok orang lain sehingga tingkah lakunya menjadi sesuai dengan keinginan/tujuan seseorang/kelompok orang yang mempunyai kekuasaan tersebut. (Miriam Budiarjo)
Ø Kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu. (Max Webber)
Ø Kekuasaan adalah hasil pengaruh yang diinginkan sesorang atau sekelompok orang.Kekuasaan merupakan konsep kuiantitaif, karena dapat dihitung hasilnya.Misalnya, berapa lias wilayah jajajahan, berapa banyak orang yenag berhasil dipengaruhi, berapa lama berkuasa, dll. (Inu Kencana Syafiie)
Ø Kekuasaan Politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum (pemerintah) baik terbentuknya mapun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan penegang kekuasaan sendiri.Kekuasaan politik merupakan bagian kekuasaan sosial yang fokusnya ditujukan kepada pengendalian negara terhadap tingkah laku sosial masyarakat, ketaatan masyarakat, dan mempengaruhi aktivitas negara di bidang administratif, legislatif, dan yudikatif. (MIRIAM BUDIARJO)

2.1.2.   Sumber Kekuasaan
1.    Legitimate Power. Kekuasaan yang berasal dari pengangkatan.
Contohnya, Camat diangkat oleh kepala daerah.Termasuk pengangkatan seorang putera mahkota (pangeran) untuk menjadi raja.
2.    Coersive Power. Kekuasaan yang berasal dari hasil kekerasan.
Contohnya, hasil kudeta, pemberontakan, pembunuhan politik, dan revolusi.Jatuhnya presiden Marcos di Philipina oleh Corazon Aquino lewat people power.Jatuhnya kekaisaran Lousie di Perancis, ditandai dengan penyerbuan ke penjara Bastille dan pemotongan kepala keluarga raja.
3.    Expert Power. Perolehan kekuasaan yang berasal dari keahlian.
Misalnya, dokter diangkat menjadi kepala rumah sakit atau menjadi menteri kesehatan, tentara diangkat dan diberi kewenangan di bidang pertahanan dan keamanan, dll.
4.    Reward Power. Sumber kekusaan yang berasal dari pemberian.
Misalnya, tuan tanah yang kaya raya akan dituruti perintahnya oleh para pekerja selama tuan tanah tersebut memberikan gaji/upah. Apabila tidak ada gaji/upah sebagai bentuk pemberian, maka pekerja tidak akan bekerja atau menuruti perintah tuan tanah.
5.    Reverent Power. Sumber kekusaan yang berasal dari daya tarik atau kharisma.Kekaguman orang kepada Bung Karno, orator ulung, pidato berapi-api, pandai membangkitkan semangat rakyat—sehingga dipilih kembali menjadi presiden. Kekaguman orang kepada Soeharto, The Smilling General dan kepiwaiannya membangun–sehingga dipilih kembali menjadi presiden.

2.1.3.   Unsur-Unsur Kekuasaan
1.    Wewenang : adalah kekuasaan yang resmi, mengandung keabsahan (legitimacy), melalui suatu proses pengangkatan, adanya surat tugas. Keabsahan adalah konsep bahwa kedudukan seseorang atau kelompok penguasa diterima baik oleh masyarakat, karena sesuai dengan azas-azas dan prosedur yang berlaku dan yang dianggap wajar.
     Contoh : Seorang atasan mempunyai hak dan kewajiban menegur bawahannya ketika melakukan sesuatu yang menyalahi aturan. Misalnya dengan teguran secara lisan maupun tulisan (surat peringatan).
2.    Paksaan : adanya tekanan/ancaman/tuntutan untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak diinginkan. Hal ini sesuai dengan teori Obidience, yang definisinya adalah patuh, perilaku seseorang yang disebabkan adanya tuntutan tertentu dari pihak lain (seperti orang tua,kelompok,lingkungan atau instansi pemerintah).
Contoh : Tindakan premanisme,, seorang preman yang merasa dirinya memiliki kekuasaan di suatu daerah, senantiasa dia bertindak semena-mena, misal dalam sebuah pasar,,seringkali dia meminta uang secara paksa kepada para pedagang yang berjualan disana.
3.    Manipulatif : adalah sebuah proses rekayasa dengan melakukan penambahan, pensembunyian, penghilangan atau pengkaburan terhadap bagian atau keseluruhan sebuah realitas, kenyataan, fakta-fakta ataupun sejarah yang dilakukan berdasarkan sistem perancangan sebuah tata sistem nilai. Manipulatif erat kaitannya dengan Cuci Otak (Brain Wash) yang artinya adalah sebuah upaya rekayasa pembentukan ulang tata berpikir, perilaku dan kepercayaan tertentu menjadi sebuah tata nilai baru, praktik ini biasanya merupakan hasil dari tindakan indoktrinasi, dalam psikopolitik diperkenalkan dengan bantuan penggunaan obat-obatan dan sebagainya.
Contoh : Penipuan dalam angkutan umum,,pelaku senantiasamempengaruhi targetnya dengan berbagai cara, agar si target bisa masuk kedalam jebakannya. Mereka juga menggunakan tindakan manipulasi agar si target bisa percaya pada kata-katanya.
4.    Kerjasama : adalah sebuah kata yang sangat sering kita dengar dan sangat akrab di telinga kita. Kata kerjasama adalah gabungan dari kata kerja dan sama, yang berarti bekerja secara bersama-sama dalam mengerjakan sesuatu dan mencapai suatu tujuan. Kerjasama dibentuk karena adanya dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai suatu keinginan atau tujuan yang mereka ingin capai. Manfaat dari kerjasama adalah membuat sutu permasalahan atau pekerjaan lebih mudah.
Contoh : Dalam suatu lingkungan/kelompok kerjasama senantiasa terjadi diantara anggotanya, Misal kerjasama suatu kelompok dalam memecahkan suatu permasalahan. Hal ini akan menimbulkan saling ketergantungan antara anggota kelom[ok yang satu dengan yang lainnya. Saling ketergantungan antar individu dalam satu kelompok ini disebut promotive interpendence(Deutsch. 1973)
5.    Upah dan prestasi kerja : prestasi kerja seseorang akan sesuai dengan upah yang dibayarkannya. Erat kaitannya dengan proses industri, perusahaan dan sebuah instansi.
Contoh : Seorang karyawan akan memenuhi apa yang diperintahkan oleh atasannya, semata-mata bukan karena patuh terhadap atasannya tersebut, tapi melainkan karena upah/reward yang diberikan.

2.1.4.   Penerapan Kekuasaan
1.   Be Strong Approach. Dengan cara paksaan dan kekerasan. Biasanya menjalankan kekuasaan seperti ini tidak bertahan lama.
2.    Be Good Approach. Dengan cara pemanjaan pemberian dan asal bapak senang (ABS). Atasan pura-pura memperhatikan bawahan dengan berbagai pemberian, bawahan melaporkan yang baik-baik saja atau ABS selama masih ada pemberian.Kondisi ini biasanya tidak bertahan lama, bila atasan pemberi perintah tidak dapat mengadakan pemberian.
3.    Competition. Memotivasi bawahan (masyarakat yang diperintah) dengan cara membuat persaingan atau mengadu mereka antarindividu, atau antarkelompok. Persaingan tersebut mepiluti kerajinan, keterampilan, ketangkasan, prestasi, kinerja, keteladanan, dll.Daya saing global, dibangun dari daya saing lokal, regional, dan nasional.Pendekatan ini dinilai baik.
4.    Internalized Motivation. Memotivasi bawahan atau masyarakat melalui penanaman kesadaran kerja kepada mereka. Misalnya tata cara kerja, etika, sumpah jabatan, penataran P4, dll. Cara ini dapat bertahan sepanjang kesadaran itu muncul dari niat tulus.
5.    Implicit Bergaining. Memotivasi bawahan atau masyarakat melalui perjanjian (kontrak sosial, kontrak kerja).Cara ini bisa membuat kekuasaan bertahan (sepanjang masih bisa memenuhi kontrak kerja/sosial) atau cepat berakhir (bila gagal memenuhi kontrak kerja/sosial).

2.1.5.   Pembagian Kekuasaan
Menurut Inu Kencana Syafiie, pembagian kekuasan negara meliputi:
1.  Eka Praja, apabila kekuasaan negara dipegang oleh satu badan.
2.  Dwi Praja, apabila kekuasaan negara dipegang oleh dua badan
3.  Tri Praja, apabila kekuasaan negara dipegang oleh tiga badan
4.  Catur Praja, apabila kekuasaan negara dipegang oleh empat badan
5.  Panca Praja, apabila kekuasaan negara dipegang oleh lima badan.

Menurut Gabriel Almond, pembagian kekuasaan negara meliputi:
1.  Rule Making Function
2.  Rule Application Function
3.  Rule Adjudication Function

Menurut UUD NKRI 1945 (amandemen ke-4), pembagian kekuasaan negara meliputi:
1.  MPR (kekuasaan konstitutif)
2.  DPR dan DPD (kekusaan legislatif)
3.  Presiden (kekuasaan eksekutif)
4.  BPK (kekuasaan inspektif)
5.  MA dan MK (kekuasan yudikatif)

2.2  KEWENANGAN
2.2.1    Pengertian
Wewenang adalah kekuasaan yang terdapat pada seseorang karena mendapat pengakuan atau dukungan dari masyarakat. Kewenangan menimbulkan hak-hak tertentu pada penguasa yang memungkinkan ia melakukan suatu kebijakan.
Sifat dari kewenangan adalah top-down, dari penguasa ke rakyat.Wewenang timbul, karena dukungan dari rakyat tersebut memberikan semacam hak bagi penguasa untuk melakukan kebijakan berkaitan dengan tugasnya.Hubungan timbal-balik tersebut timbul karena adanya suatu kesepahaman antara yang memimpin dan dipimpin.
Kekuasaan dalam arti kewenangan diartikan bahwa pemegang kekuasaan memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan cita-cita dan keyakinan sebagian besar masyarakatnya. Kewenangan ini tidak sama pada setiap pemegang kekuasaan.

2.2.2    Sumber Kewenangan
Sumber kewengan untuk memerintah diuraikan sebagai berikut
·       Hak memerintah berasal dari tradisi. Artinya, kepercayaan yang telah berakar dipelihara secara terus menerus oleh masyarakat,
·       Hak memerintah berasal dari Tuhan, Dewa, atau Wahyu. Atas dasar itu, hak memerintah dianggap bersifat  sakral,
·       Hak memerintah berasal dari kualitas pribadi sang pemimpin, baik penampilannya yang agung dan diri pribadinya yang populer  maupun karena kharisma,
·       Hak memerintah masyarakat berasal dari peraturan perundang-undangan yang mengatur prosedur dan syarat-syarat menjadi pemimpin pemerintahan,
·       Hak memerintah berasal dari sumber yang bersifat instrumental seperti keahlian dan kekayaan
Kelima sumber kewenangan itu disimpulkan menjadi dua tipe kewenangan utama, yaitu kewenangan yang bersifat prosedural dan substansi ,
Kewenangan yang bersifat prosedural ialah hak memerintah berdasarkan peraturan perundang-
undangannya yang bersifat tertulis maupun tak tertulis, Kewenangan yang bersifat substansi ialah hak memerintah berdasarkan faktor yang melekat pada diri pemimpin seperti tradisi, sakral, kualitas pribadi dan instrumental,
Struktur masyarakat yang kompleks ditandai oleh diferensiasi struktur dan spesialisasi peranan, dan hubungan impersonal yang sudah meluas sehingga masyarakat ini memerlukan pengaturan-pengaturan yang bersifat tertulis dan rasional,
Sebaliknya masyarakat yang stukturnya masih sederhana cenderung menggunakan tipe kewenangan  substansial karena kehidupan lebih banyak berdasarkan pada tradisi, kepercayaan pada kekuatan supranatural, dan kesetiaan pada tokoh pemimpin

2.2.3    Peralihan Kewenangan
Menurut Paul Conn, secara umum terdapat tiga cara peralihan kewenangan, yakni secara turun temurun, pemilihan dan paksaan.
Ø Secara turun temurun ialah jabatan dan kewenangan dialihkan pada keturunan atau keluarga pemegang jabatan terdahulu.
Ø Peralihan dengan pemilihan dapat dilakukan secara langsung melalui badan perwakilan rakyat, Hal ini dipraktekan dalam sistem politik demokrasi.
Ø Peralihan kewenangan secara paksaan ialah jabatn dan kewenangan terpaksa dialihkan kepada orang atau kelompok lain tidak menurut prosedur yang telah disepakati, melainkan dengan menggunakan kekerasan seperti revolusi dan kudeta, dan ancaman kekerasan (paksaan tak berdarah)

2.2.4    Sikap Terhadap Kewenangan
Pada umumnya sikap terhadap kewenangan dikelompokkan dalam sikap menerima, mempertanyakan (skeptis ), dan kombinasi keduanya.
Pertama sikap masyarakat Amerika Serikat terhadap kewenangan prosedural merupakan perpaduan antara sikap legalistik dan skeptis atas hukum yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Masyarakat yang semacam ini menganggap hukum  bukan hal yang sakral.
Kedua, sikap masyarakat Inggris atas kewenangan prosedural tidak sekental sikap masyarakat Amerika karena Inggris tidak memiliki konstitusi.Hal ini tidak berarti seseorang yang memiliki kewenangan dapat dengan semaunya menggunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Sebaliknya di Indonesia, sikap itu masih beraneka ragam. Masyarakat suku Jawa cenderung menerima kewenangan pribadi, sedangkan masyarakat dari Minang dan Batak cenderung menerima kewenangan prosedural atau hukum adat.

2.3  LEGITIMASI
2.3.1    Pengertian
Konsep legitimasi berkaitan dengan sikap masyarakat terhadap kewenangan.Artinya apakah masyarakat menerima dan mengakui hak moral pemimpin untuk membuat dan melaksanakan keputusan yang mengikat masyarakat maka kewenangan itu dikategorikan sebagai berlegitimasi. Hanya anggota masyarakat saja yang dapat memberikan legitimasi pada kewenangan pemimpin yang memerintah,
Legitimasi dapat dibedakan pengertian kekuasaan, kewenangan, dan legitimasi. Apabila kekuasaan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber yang mempengaruhi proses politik, sedangkan kewenangan merupakan hak moral untuk menggunakan sumber-sumber yang membuat dan melaksanakan keputusan politik (hak memerintah). Adapun legitimasi merupakan penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap hak moral tersebut.

2.3.2    Obyek Legitimasi
Suatu sistem politik dapat lestari apabila sistem poltik secara keseluruhan mendapatkan dukungan seperti   penerimaan dan pengakuan dari masyarakat.
Menurut Easton terdapat tiga objek dalam sistem politik yang memerlukan legitimasi agar suatu sistem politik tidak hanya berlangsung secara terus-menerus, tetapi mampu pula mentransformasikan tuntutan menjadi kebijakan umum, ketiga objek legitimasi ini meliputi komunitas politik, rezim dan pemerintahan,
Sementara itu Andrain menyebutkan lima objek dalam sistem politik yang memerlukan legitimasi agar suatu sistem politik tetap berlangsung dan fungsional, Kelima objek legitimasi ini meliputi masyarakat politik, hukum, lembaga politik, pemimpin politik dan kebijakan.
Yang dimaksud dengan legitimasi terhadap komunitas politik ialah adanya kesediaan para anggota masyarakat yang berasal dari berbagai kelompok yang berbeda latar belakang untuk hidup secara rukun sebagai komunitas, Apabila dukungan terhadap komunitas politik belum cukup tinggi maka dalam masyarakat terdapat masalah penciptaan identitas nasional (krisis identitas). Manakala dukungan terhadap lembaga-lembaga politik masih lemah maka dalam masyarakat terdapat krisis kelembagaan, Krisis kepemimpinan akan terjadi pada masyarakat yang kurang mempercayai para pemimpin politik.

2.3.3    Kadar Legitimasi
a.         Pra legitimasi, ada dalam pemerintahan yang baru terbentuk yang meyakini memiliki kewenangan tapi sebagian kelompok masyarakat belum mengakuinya
b.        Berlegitimasi, yaitu ketika pemerintah bisa meyakinkan masyarakat dan masyarakat menerima dan mengakuinya.
c.         Tak berlegitimasi, ketika pemimpin atau pemerintah gagal mendapat pengakuan dari masyarakat tapi pemimpin tersebut menolak untuk mengundurkan diri, akhirnya muncul tak berlegitimasi. Untuk mempertahankan kewenangannya biasanya digunakan cara-cara kekerasan.
d.        Pasca legitimasi, yaitu ketika dasar legitimasi sudah berubah.

2.3.4    Cara Mendapatkan Legitimasi
Cara-cara yang digunakan untuk mendapatkan dan mempertahankan legitimasi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu simbolis, procedural dan materiil.
·       Pertama memanipulasi kecenderungan – kecenderungan moral, emosional, tradisi dan kepercayaan, dan nilai –nilai budaya pada umumnya dalam bentuk simbol-simbol ,
·       Kedua, dengan cara menjanjikan dan memberikan kesejahteraan materiil kepada masyarakat, seperti menjamin tersedianya kebutuhan dasar (basic needs).
·       Ketiga, dengan cara menyelenggarakan pemilihan umum untuk menentukan para wakil rakyat untuk mengesahkan suatu kebijakan umum,

2.3.5.   Tipe – Tipe Legitimasi
Ø Tradisional – tradisi yang dipelihara dan dilembagakan contoh kerajaan.
Ø Ideologi – penafsir dan pelaksana ideologi, untuk mendapat dan mempertahankan legitimasi bagi kewenangannya juga menyingkirkan pihak yang membangkan terhadap kewenangannya.
Ø Kualitas pribadi – kharisma, penampilan pribadi, atau prestasi
Ø Prosedural – peraturan perundang-undangan
Ø Instrumental – menjanjikan dan menjamin kesejahteraan materiil..

2.3.6.   Manfaat Legitimasi
1.    Menciptakan stabilitas politik dan perubahan sosial
2.    Mengatasi masalah lebih cepat
3.    Mengurangi penggunaan saran kekerasan fisik
4.    Memperluas bidang kesejahteraan atau meningkatkan kualita kesejahteraan.

2.3.7    Krisis Legitimasi
Krisis legitimasi biasanya terjadi pada masa transisi.Selain itu, perubahan yang terjadi dari suatu tingkat dan kualitas perkembangan menuju ke tingkat dan kualitas perkembangan masyarakat berikutnya. Masyarakat semacam ini akan cenderung mempertanyakan setiap kewenangan yang dianggap tidak mencerminkan aspirasi hidup dalam masyarakat,
Lucyan Pye menyebutkan empat sebab krisis legitimasi:

·       Pertama, prinsip kewenangan beralih pada prinsip kewenangan yang lain
·       Kedua, persaingan yang sangat tajam dan tak sehat tetapi juga tak disalurkan melalui prosedur yang seharusnya diantara para pemimpin pemerintahan sehingga terjadi perpecahan dalam tubuh pemerintah
·       Ketiga, pemerintah tak mampu memenuhi janjinya sehingga menimbulkan kekecewaan dan keresahan di kalangan masyarakat
·       Keempat, sosialisasi tentang kewengan mengalami perubahan
Krisis legitimasi akan semakin gawat manakala pihak yang berwenang tidak tanggap atas perubahan sikap terhadap kewenangan dalam masyarakat

2.4  HUBUNGAN ANTARA KEKUASAAN, WEWENANG DAN LEGITIMASI
Kekuasaan yang telah memiliki wewenang yang kemudian diakui atau terlegitimasi, maka akan ada sebuah siklus hubungan yang saling mempengaruhi.
Kekuasaan hanyalah sebuah bentuk kekuatan atau pengaruh yang tertanam pada setiap anggota, namun tidak terstruktur atau resmi maka kekuasaan itu hanya sebuah bentuk yang semu dan tanpa disadari akan hilang dengan sendirinya kekuasaan itu dan juga tidak bisa mendorong ataupun memberikan hak untuk mengeluarkan perintah, membuat peraturan dan memberikan sanksi pada yang tidak patuh atau yang salah.
Dan sebuah wewenang itu menjadi kunci untuk bisa memberikan perintah, dan hak lain sebagai pennguasa. Ketika kekuasaan telah memiliki wewenang, akan ada sebuah tantangan untuk bisa membuat anggota untuk patuh dan mengikuti perintah dan aturan yang dibuat penguasa, maka harus ada sebuah keterkaitan antara penguasa dan anggota masyarkat untuk membuat sebuah Negara menjadi tenang dan tanpa kekerasan dalam pelaksanaan kekuasaannya.
Dibutuhkan sebuah pengakuan atau keabsahan dari kekuasaan yang berwewenang, hal tersebut untuk menghindari kekerasan dan juga pemaksaan pada anggota masyarakat untuk mengikuti aturan dan perintah dari penguasa.


BAB III
KESIMPULAN

3.1  KESIMPULAN
Unsur-unsur yang harus diketahui dalam memahami konsep kekuasaan, yaitu kewenangan dan legitimasi.Keduanya merupakan dua hal yang sangat vital.Tanpa adanya legitimasi dari masyarakat sangat sulit bagi penguasa untuk menjalankan kewenangannya.Kewenangan tanpa legitimasi penuh masyarakat menyulitkan penguasa dalam menjalankan program dan kebijakannya.Kewenangan merupakan akibat (hak moral) yang timbul sebab adanya legitimasi (dukungan) dari masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

http://dibacaaja.wordpress.com/2012/02/26/kewenangan-dan-legitimasi/
http://arifcintaselvia.wordpress.com/kuliah/pipol-pengantar-ilmu-politik/kekuasaan-otoritas-dan-legitimasi/
http://pengantarilmupolitik.blogspot.com/
http://lotharmatheussitanggang.wordpress.com/2011/07/03/konsep-kekuasaan-kewenangan-dan-legitimasi/
http://nthatembem.blogspot.com/2009/10/penerapan-unsur-unsur-kekuasaan-dalam_07.html
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/KEKUASAAN,%20KEWENANGAN%20DAN%20LEGITIMASI.pdf






















Tidak ada komentar:

Posting Komentar