PAPUA
Semboyan: Karya Swadaya
|
|
Hari jadi
|
|
Area
|
|
- Total luas
|
309.934,4 km2
|
Populasi
|
|
- Total
|
2.833.381
|
Pemerintahan
|
|
- Gubernur
|
|
- Wagub
|
|
- Ketua DPRD
|
Yunus Wonda
|
- Sekda
|
Titus Emanuel Adopehan Herry
Dosinaen
|
27
|
|
- Kota
|
2
|
214
|
|
APBD
|
|
- DAU
|
Rp1.889.267.850.000
|
Demografi
|
|
- Agama
|
|
- Bahasa
|
Bahasa Indonesia dan 268 Bahasa Daerah
|
Papua adalah sebuah
provinsi terluas Indonesia yang terletak
di bagian tengah Pulau Papua atau bagian paling timur Papua Bagian
Barat (dulu Irian
Jaya). Belahan timurnya merupakan negara Papua Nugini. Provinsi Papua dulu mencakup seluruh
wilayah Papua Bagian barat, namun sejak tahun 2003 dibagi menjadi dua provinsi
dengan bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya
memakai nama Papua Barat. Papua memiliki luas 808.105 km persegi
dan merupakan pulau terbesar kedua di dunia dan terbesar pertama di Indonesia.
PENDAHULUAN
Sejarah Papua tidak bisa dilepaskan dari masa
lalu Indonesia. Papua adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah utara Australia dan
merupakan bagian dari wilayah timur Indonesia. Sebagian besar daratan Papua
masih berupa hutan belantara. Papua merupakan pulau terbesar kedua di dunia
setelah Greenland. Sekitar 47% wilayah pulau Papua merupakan
bagian dari Indonesia, yaitu yang dikenal sebagai Netherland New Guinea, Irian
Barat, West Irian, serta Irian Jaya, dan akhir-akhir ini dikenal sebagai Papua.
Sebagian lainnya dari wilayah pulau ini adalah wilayah negara Papua New Guinea
(Papua Nugini), yaitu bekas koloni Inggris. Populasi
penduduk di antara kedua negara sebetulnya memiliki kekerabatan etnis, tetapi
kemudian dipisahkan oleh sebuah garis perbatasan.
Papua memiliki luas area sekitar 421.981
kilometer persegi dengan jumlah populasi penduduk hanya sekitar 2,3 juta. Lebih
dari 71% wilayah Papua merupakan hamparan hutan hujan
tropis yang sulit
ditembus karena terdiri atas lembah-lembah yang curam dan pegunungan tinggi,
dan sebagian dari pegunungan tersebut diliputi oleh salju. Perbatasan antara
Indonesia dengan Papua Nugini ditandai dengan 141 garis Bujur Timur yang memotong pulau Papua dari utara ke
selatan.
Seperti juga sebagian besar pulau-pulau di Pasifik Selatan lainnya, penduduk Papua berasal dari daratan
Asia yang
bermigrasi dengan menggunakan kapal laut. Migrasi itu dimulai sejak 30.000
hingga 50.000 tahun yang lalu, dan mengakibatkan mereka berada di luar
peradaban Indonesia yang modern, karena mereka tidak mungkin untuk melakukan
pelayaran ke pulau-pulau lainnya yang lebih jauh.
Para penjelajah Eropa yang pertama kali datang ke Papua, menyebut
penduduk setempat sebagai orang Melanesia. Asal kata Melanesia berasal dari
kata Yunani, ‘Mela’ yang artinya ‘hitam’, karena kulit
mereka berwarna gelap. Kemudian bangsa-bangsa di Asia Tenggara dan juga bangsa Portugis yang berinteraksi secara dekat dengan
penduduk Papua, menyebut mereka sebagai orang Papua.
Papua sendiri menggambarkan sejarah masa lalu
Indonesia, karena tercatat bahwa selama abad ke-18 Masehi, para penguasa dari
kerajaan Sriwijaya, yang berpusat di wilayah yang sekarang
dikenal sebagai Palembang, Sumatera Selatan, mengirimkan persembahan kepada kerajaan Tiongkok. Di dalam persembahan itu terdapat beberapa
ekor burung Cenderawasih, yang dipercaya sebagai burung dari taman
surga yang merupakan hewan asli dari Papua, yang pada waktu itu dikenal sebagai
‘Janggi’.
Dalam catatan yang tertulis di dalam kitab Nagarakretagama, Papua juga termasuk kedalam wilayah
kerajaan Majapahit (1293-1520). Selain tertulis dalam kitab
yang merupakan himpunan sejarah yang dibuat oleh pemerintahan Kerajaan
Majapahit tersebut, masuknya Papua kedalam wilayah kekuasaan Majapahit juga
tercantum di dalam kitab Prapanca yang disusun pada tahun 1365.
Walaupun terdapat kontroversi seputar catatan
sejarah tersebut, hal itu menegaskan bahwa Papua adalah sebagai bagian yang
tidak terlepas dari jaringan kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara yang berada di
bawah kontrol kekuasaan kerajaan Majapahit.
Selama berabad-abad dalam paruh pertama
milenium kedua, telah terjalin hubungan yang intensif antara Papua dengan
pulau-pulau lainnya di Indonesia, yang hubungan tersebut bukan hanya sekadar
kontak perdagangan yang bersifat sporadis antara penduduk Papua dengan
orang-orang yang berasal dari pulau-pulau terdekat.
Selama kurun waktu tersebut, orang-orang dari
pulau terdekat yang kemudian datang dan menjadi bagian dari Indonesia yang
modern, menyatukan berbagai keragaman yang terserak di dalam kawasan Papua. Hal
ini tentunya membutuhkan interaksi yang cukup intens dan waktu yang tidak
sebentar agar para penduduk di Papua bisa belajar bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar, apalagi mengingat
keanekaragaman bahasa yang mereka miliki. Pada tahun 1963, dari sekitar 700.000
populasi penduduk yang ada, 500.000 di antara mereka berbicara dalam 200 macam
bahasa yang berbeda dan tidak dipahami antara satu dengan yang lainnya.
Beragamnya bahasa di antara sedikitnya
populasi penduduk tersebut diakibatkan oleh terbentuknya kelompok-kelompok yang
diisolasi oleh perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya selama
berabad-abad karena kepadatan hutan dan juga jurang yang curam yang sulit untuk
dilalui yang memisahkan mereka. Oleh karena itu, sekarang ini ada 234 bahasa
pengantar di Papua, dua dari bahasa kedua tanpa pembicara asli. Banyak dari bahasa ini hanya digunakan oleh
50 penutur atau kurang. Beberapa golongan kecil sudah punah, seperti Tandia,
yang hanya digunakan oleh dua pembicara dan Mapia yang hanya digunakan oleh
satu pembicara.
Sekarang ini bahasa pengantar yang digunakan
adalah bahasa
Indonesia, yang menjadi
bahasa pengantar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan merupakan bahasa di
dalam melakukan berbagai transaksi. Bahasa Indonesia sendiri berasal dari
bahasa melayu, versi pasar.
SEJARAH
Papua berada di wilayah paling timur negara
Indonesia. Ia merupakan pulau terbesar kedua setelah Pulau Greendland di
Denmark. Luasnya capai 890.000 Km² (ini jika digabung dengan Papua New Guinea).
Besarnya diperkirakan hampir lima kali luas pulau Jawa.
Pada sekitar tahun 200 M , ahli Geography
bernama Claudius Ptolemaeus (Ptolamy) menyebut pulau Papua dengan nama
Labadios. Sampai saat ini tak ada yang tahu, kenapa pulau Papua diberi nama
Labadios.
Sekitar akhir tahun 500 M, oleh bangsa China
diberi nama Tungki. Hal ini dapat diketahui setelah mereka menemukan sebuah
catatan harian seorang pengarang Tiangkok, Ghau Yu Kuan yang menggambarkan
bahwa asal rempah-rempah yang mereka peroleh berasal dari Tungki, nama yang
digunakan oleh para pedagang China saat itu untuk Papua.
Selanjutnya, pada akhir tahun 600 M, Kerajaan
Sriwijaya menyebut nama Papua dengan menggunakan nama Janggi. Dalam buku
Kertagama 1365 yang dikarang Pujangga Mpu Prapanca “Tugki” atau “Janggi”
sesungguhnya adalah salah eja diperoleh dari pihak ketiga yaitu Pedagang Cina
Chun Tjok Kwan yang dalam perjalanan dagangnya sempat menyinggahi beberapa
tempat di Tidore dan Papua.
Di awal tahun 700 M, pedagang Persia dan
Gujarat mulai berdatangan ke Papua, juga termasuk pedangan dari India. Tujuan
mereka untuk mencari rempah-rempah di wilayah ini setelah melihat kesuksesan
pedangang asal China. Para pedagang ini sebut nama Papua dengan Dwi Panta dan
juga Samudranta, yang artinya Ujung Samudra dan Ujung Lautan.
Pada akhir tahun 1300, Kerajaan Majapahit
menggunakan dua nama, yakni Wanin dan Sram. Nama Wanin, tentu tidak lain dari
semenanjung Onin di daerah Fak-Fak dan Sram, ialah pulau Seram di Maluku. Ada
kemungkinan, budak yang dibawa dan dipersembahkan kepada Majapahit berasal dari
Onin dan yang membawanya ke sana adalah orang Seram dari Maluku, sehingga dua
nama ini disebut.
Sekitar tahun 1646, Kerajaan Tidore memberi
nama untuk pulau ini dan penduduknya sebagai Papa-Ua, yang sudah berubah dalam
sebutan menjadi Papua. Dalam bahasa Tidore artinya tidak bergabung atau tidak
bersatu (not integrated). Dalam bahasa melayu berarti berambut keriting.
Memiliki pengertian lain, bahwa di pulau ini tidak terdapat seorang raja yang
memerintah.
Ada juga yang memakai nama Papua sebagai
bentuk ejekan terhadap warga setempat—penduduk primitif, tertinggal, bodoh—
yang merupakan slogan yang tidak mempunyai arti apapun dengan nama Papua.
Respon penduduk terhadap nama Papua cukup
baik. Alasannya, sebab nama tersebut benar mencerminkan identitas diri mereka
sebagai manusia hitam, keriting, yang sangat berbeda dengan penduduk Melayu
juga kerajaan Tidore. Tapi, tentu mereka tak terima dengan ejekan yang selalu
dilontarkan warga pendatang.
Pada tahun 1511 Antonio d’Arbau, pelaut asal
Portugis menyebut wilayah Papua dengan nama “Os Papuas” atau juga llha de Papo.
Don Jorge de Menetes, pelaut asal Spanyol juga sempat mampir di Papua beberapa
tahun kemudian (1526-1527), ia tetap menggunakan nama Papua. Ia sendiri
mengetahui nama Papua dalam catatan harian Antonio Figafetta, juru tulis
pelayaran Magelhaens yang mengelilingi dunia menyebut dengan nama Papua. Nama
Papua ini diketahui Figafetta saat ia singgah di pulau Tidore.
Berikutnya, pada tahun 1528, Alvaro de
Savedra, seorang pimpinan armada laut Spanyol beri nama pulau Papua Isla de Oro
atau Island of Gold yang artinya Pulau Emas. Ia juga merupakan satu-satunya
pelaut yang berhasil menancapkan jangkar kapalnya di pantai utara kepulauan
Papua. Dengan penyebutan Isla Del Oro membuat tidak sedikit pula para pelaut
Eropa yang datang berbondong-bondong untuk mencari emas yang terdapat di pulau
emas tersebut.
Pada tahun 1545, pelaut asal spanyol Inigo
Ortiz de Retes memberi nama Nueva Guinee. Dalam bahasa Inggris disebut New
Guinea. Ia awalnya menyusuri pantai utara pulau ini dan karena melihat
ciri-ciri manusianya yang berkulit hitam dan berambut keriting sama seperti
manusia yang ia lihat di belahan bumi Afrika bernama Guinea, maka diberi nama
pulau ini Nueva Guinee/Pulau Guinea Baru.
Nama Papua dan Nueva Guinea dipertahankan hampir
dua abad lamanya, baru kemudian muncul nama Nieuw Guinea dari Belanda, dan
kedua nama tersebut terkenal secara luas diseluruh dunia, terutama pada abad
ke-19. Penduduk nusantara mengenal dengan nama Papua dan sementara nama Nieuw
Guinea mulai terkenal sejak abad ke-16 setelah nama tersebut tampak pada peta
dunia sehingga dipakai oleh dunia luar, terutama di negara-negara Eropa.
Pada tahun 1956, Belanda kembali mengubah
nama Papua dari Nieuw Guinea menjadi Nederlands Nieuw Guinea. Perubahan nama
tersebut lebih bersifat politis karena Belanda tak ingin kehilangan pulau Papua
dari Indonesia pada zaman itu.
Pada tahun 1940-an oleh Residen JP Van
Eechoud pernah membentuk sekolah Bestuur. Disana ia menganjurkan dan
memerintahkan Admoprasojo selaku Direktur Sekolah Bestuur tersebut untuk
membentuk dewan suku-suku. Di dalam kegiatan dewan ini salah satunya adalah
mengkaji sejarah dan budaya Papua, termasuk mengganti nama pulau Papua dengan
sebuah nama yang mencerminkan budaya Papua, dan nama tersebut harus digali dari
bumi Papua.
Tindak lanjutnya, berlangsung pertemuan di
Tobati, Jayapura. Di dalam turut dibicarakan ide penggantian nama tersebut,
juga dibentuk dalam sebuah panitia yang nantinya akan bertugas untuk menelusuri
sebuah nama yang berasal dari daerah Papua dan dapat diterima oleh seluruh suku
yang ada.
Frans Kaisepo selaku ketua Panitia kemudian
mengambil sebuah nama dari sebuah mitos Manseren Koreri, sebuah legenda yang
termahsyur dan dikenal luas oleh masyarakat luas Biak, yaitu Irian.
Dalam bahasa Biak Numfor “Iri” artinya tanah,
"an" artinya panas. Dengan demikian nama Irian artinya tanah panas.
Pada perkembangan selanjutnya, setelah diselidiki ternyata terdapat beberapa
pengertian yang sama di tempat seperti Serui dan Merauke. Dalam bahasa Serui,
"Iri" artinya tanah, "an" artinya bangsa, jadi Irian
artinya Tanah bangsa, sementara dalam bahasa Merauke, "Iri" artinya
ditempatkan atau diangkat tinggi, "an" artinya bangsa, jadi Irian
adalah bangsa yang diangkat tinggi.
Secara resmi, pada tanggal 16 Juli 1946,
Frans Kaisepo yang mewakili Nieuw Guinea dalam konferensi di Malino-Ujung
Pandang, melalui pidatonya yang berpengaruh terhadap penyiaran radio nasional,
mengganti nama Papua dan Nieuw Guinea dengan nama Irian.
Nama Irian adalah satu nama yang mengandung
arti politik. Frans Kaisepo pernah mengatakan “Perubahan nama Papua menjadi
Irian, kecuali mempunyai arti historis, juga mengandung semangat perjuangan:
IRIAN artinya Ikut Republik Indonesia Anti Nederland”. (Buku PEPERA 1969
terbitan tahun 1972, hal. 107-108).
Selanjutnya, Pada 1 Desember 1961, Komite
Nasional Papua, disebut Nieuw Guinea Raad oleh Belanda, sebuah lembaga yang
disponsori kerajaan Belanda, menyatakan masyarakat Papua siap mendirikan sebuah
negara berdaulat, dan mengibarkan bendera nasional baru yang dinamakan Bintang
Kejora. Mereka menetapkan nama Papua sebagai Papua Barat.
Sedangkan United Nations Temporary Executive
Authority (UNTEA), sebuah badan khusus yang dibentuk PBB untuk menyiapkan act
free choice di Papua pada tahun 1969 menggunakan dua nama untuk Papua, West New
Guinea/West Irian.
Beritkunya, nama Irian diganti menjadi Irian
Barat secara resmi sejak 1 Mei 1963 saat wilayah ini "dianeksasi"
dari Kerajaan Belanda ke dalam pangkuan Negara republik Indonesia. Pada tahun
1967, kontrak kerja sama PT Freeport Mc Morran dengan pemerintah Indonesia
dilangsungkan. Dalam kontrak ini Freeport gunakan nama Irian Barat, padahal
secara resmi Papua belum resmi jadi bagian Indonesia.
Setelah Papua menjadi bagian dari Negara
Indonesia melalui PEPERA 1969 yang dianggap penuh rekayasa oleh sebagian besar
rakyat Papua, perjuangan untuk tetap memisahkan diri dari Negara Indonesia
untuk menjadi Negara merdeka dan berdaulat terus suarakan.
Pada tanggal 1 Juli 1971, Seth Jafet
Rumkorem, pimpinan Pemerintah Revolusioner sementara Republik West Papua di
Markas Victoria menggunakan nama West Papua untuk Papua. Kehadiran organisasi
ini tak begitu lama karena berhasil di tumpas oleh pemerintah Indonesia melalui
beberapa operasi militer.
Dan kemudian pada tanggal 1 Maret 1973 sesuai
dengan peraturan Nomor 5 tahun 1973 nama Irian barat resmi diganti oleh
Presiden Soeharto menjadi nama Irian Jaya. Penggantian nama tersebut dilakukan
bersamaan dengan peresmian eksplorasi PT Freeport Indonesia yang pusat eksploitasinya
dinamakan Tembagapura.
Memasuki era reformasi sebagian masyarakat
menuntut penggantian nama Irian Jaya menjadi Papua. Presiden Abdurrahman Wahid
memenuhi permintaan sebagian masyarakat tersebut. Dalam acara kunjungan resmi
kenegaraan Presiden, sekaligus menyambut pergantian tahun baru 1999 ke 2000,
pagi hari tanggal 1 Januari 2000, dia memaklumkaan bahwa nama Irian Jaya saat
itu diubah namanya menjadi Papua seperti yang diberikan oleh Kerajaan Tidore
pada tahun 1800-an.
PEMERINTAHAN
Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) memiliki
52 orang anggota. Sedangkan untuk melindungi hak politik adat orang Papua
dibentuklah Majelis Rakyat Papua (MRP).
KABUPATEN DAN KOTA
UU RI Tahun 2008 Nomor 6 adalah dasar hukum
pembentukan Kabupaten
Nduga di Provinsi
Papua, saat ini tidak terdapat jurisdiksi Kabupaten Nduga Tengah.
PENDIDIKAN
Di Negara Indonesia, Provinsi DKI Jakarta
memiliki IPM tertinggi yaitu sebesar 77.60 pada tahun 2010. Sedangkan Provinsi
Papua dari tahun 2004-2010 memiliki IPM yang paling kecil di antara
provinsi-provinsi yang lain. Hal ini dapat diakibatkan bahwa kurangnya peranan
pemerintah untuk meningkatkan pembangunan masyarakat terhadap ketiga dibidang
yaitu: pendidikan, ekonomi, dan kesehatan pada Provinsi Papua. Akan tetapi,
sumber daya alam yang terdapat pada Provinsi Papua sangat besar. Jadi Provinsi
Papua seharusnya mampu bersaing untuk meningkatkan IPM dengan provinsi-provinsi
yang lainnya.
Apresiasi peningkatan dan pemerataan
pendidikan untuk masyarakat Nusantara dilakukan di antaranya melalui program
Afirmasi Pendidikan Menengah (Adem). Dalam program beasiswa ini Anak asli Papua
berkesempatan melanjutkan studinya untuk tahun ajaran 2015 ke jenjang setingkat
sekolah menengah atas di sejumlah daerah Tanah Pasundan, Jawa Barat. Pemerintah
Kota Bandung akan
mendorong program pendidikan bagi para siswa asal Papua dan berencana akan
meningkatkan jumlah siswa Papua yang akan bersekolah di Bandung.
Program Adem bergulir sejak 2013. Memasuki
tahun ketiga atau 2015 ini sudah 1.304 anak Papua menimba ilmu ke tingkat SMA
atau SMK di Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten dan Bali.
Untuk program ADEM 2015 tercatat 505 anak Papua menempuh pendidikan SMA dan SMK
di enam provinsi tersebut.
Pendidikan di Kabupaten Mimika memiliki keunikan tersendiri. Mayoritas dari
anak aslinya diberikan alokasi dana bantuan pendidikan dari PT Freeport
Indonesia melalui Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan
Kamoro (LPMAK).
Sejak akhir 1999, LPMAK telah menyediakan
beasiswa bagi 8.772 pelajar. Program ini awalnya diperuntukan hanya kepada
3.697 pelajar dari SMA asli Papua sampai dengan program magister telah lulus.
Namun pada tahun 2011, LPMAK memberikan beasiswa aktif bagi pelajar SD sampai
dengan magister.
Tahun 2014 target produksi PTFI mengalami
penurunan drastis karena adanya aksi mogok pekerja dan penurunkan produksi
tambangnya hingga 40 persen akibat karena adanya larangan pengiriman bahan baku
tambang ke luar negeri sebagai implementasi dari penerapan UU Nomor 4 tahun
2009 tentang Minerba. Akibatnya PTFI menurunkan dana kemitraan dari sebelumnya
yang rata-rata sekitar Rp 1 triliun menjadi sekitar Rp600 miliar.
GEOGRAFI
Pulau Papua memiliki luas sekitar 421.981
km2, pulau Papua berada di ujung timur dari wilayah Indonesia, dengan potensi
sumber daya alam yang bernilai ekonomis dan strategis, dan telah mendorong
bangsa – bangsa asing untuk menguasai pulau Papua.
Kabupaten
Puncak Jaya merupakan
kota tertinggi di pulau Papua, sedangkan kota yang terendah adalah kota
Merauke. Sebagai daerah tropis dan wilayah kepulauan, pulau Papua memiliki
kelembaban udara relative lebih tinggi berkisar antara 80-89% kondisi geografis
yang bervariasi ini mempengaruhi kondisi penyebaran penduduk yang tidak merata.
Pada tahun 1990 penduduk di pulau Papua berjumlah 1.648.708 jiwa dan meningkat
menjadi sekitar 2,8 juta jiwa pada tahun 2006.
Luas wilayah
|
|
Luas
|
420.540 km²
|
Iklim
|
|
Curah hujan
|
1.800 – 3.000 mm
|
Suhu udara
|
19-28°C
|
Kelembapan
|
80%
|
PENDUDUK ASLI DI PAPUA
Jika dilihat dari karakteristik budaya, mata
pencaharian dan pola kehidupannya, penduduk asli Papua itu dapat dibagi dalam
dua kelompok besar, yaitu Papua pegunungan atau pedalaman, dataran tinggi dan
Papua dataran rendah dan pesisir. Pola kepercayaan agama tradisional masyarakat
Papua menyatu dan menyerap ke segala aspek kehidupan, mereka memiliki suatu
pandangan dunia yang integral yang erat kaitannya satu sama lain antar dunia
yang material dan spiritual, yang sekuler dan sacral dan keduannya berfungsi
bersama-sama.
Kelompok suku asli di Papua terdiri dari 25
suku, dengan bahasa yang masing-masing berbeda. Suku-suku tersebut antara lain:
Beberapa penduduk masyarakat Papua Asli
juga tersebar ke beberapa daerah di Indonesia di antara Jawa, Sumatera,
Sulawesi, Bali, NTT dan NTB. Beberapa di antara mereka juga melakukan
perkawinan campur dengan suku lain.
|
SENJATA TRADISIONAL
Salah satu senjata tradisional di Papua
adalah Pisau Belati. Senjata ini terbuat
dari tulang kaki burung kasuari dan
bulunya menghiasi hulu Belati tersebut.
senjata utama penduduk asli Papua lainnya adalah Busur dan Panah. Busur
tersebut dari bambu atau kayu, sedangkan tali Busur terbuat dari rotan. Anak
panahnya terbuat dari bambu, kayu atau tulang kangguru. Busur dan panah dipakai
untuk berburu atau berperang.
MAKANAN KHAS
PAPUA
Papeda
Papeda adalah makanan berupa bubur sagu khas Maluku dan Papua
yang biasanya disajikan dengan ikan tongkol atau mubara
yang dibumbui dengan kunyit. Papeda
berwarna putih dan
bertekstur lengket menyerupai lem dengan rasa
yang tawar. Papeda merupakan makanan yang kaya serat, rendah kolesterol dan cukup
bernutrisi.
Di berbagai wilayah pesisir dan dataran
rendah di Papua, sagu merupakan bahan dasar dalam berbagai makanan. Sagu bakar,
sagu lempeng, dan sagu bola, menjadi sajian yang paling banyak dikenal di
berbagai pelosok Papua, khususnya dalam tradisi kuliner masyarakat adat di
Kabupaten Mappi, Asmat, hingga Mimika. Papeda
merupakan salah satu sajian khas sagu yang jarang ditemukan. Antropolog sekaligus
Ketua Lembaga Riset Papua, Johszua Robert Mansoben, menyatakan bahwa papeda
dikenal lebih luas dalam tradisi masyarakat adat Sentani dan Abrab di Danau Sentani dan Arso, serta Manokwari.
Pada umumnya, papeda dikonsumsi bersama
dengan ikan tongkol. Namun, papeda dapat juga dikombinasikan dengan ikan gabus, kakap merah, bubara,
hingga ikan kue. Selain kuah kuning dan ikan, bubur papeda juga dapat dinikmati
dengan sayur ganemo yang diolah dari daun melinjo muda yang
ditumis dengan bunga pepaya muda dan cabai merah.
ALAT MUSIK
Tifa
Tifa merupakan alat musik khas
Indonesia bagian Timur, khususnya Maluku dan Papua.
Alat musik ini bentuknya menyerupai kendang dan terbuat
dari kayu yang di lubangi tengahnya. Ada beberapa macam jenis alat musik Tifa
seperti Tifa Jekir, Tifa Dasar, Tifa Potong, Tifa Jekir
Potong dan Tifa Bas.
Tifa mirip dengan alat musik gendang yang
dimainkan dengan cara dipukul. Alat musik ini terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi
atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya
penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara
yang bagus dan indah. Bentuknyapun biasanya dibuat dengan ukiran. Setiap suku
di Maluku dan Papua memiliki tifa dengan ciri khas nya masing-masing.
Tifa biasanya digunakan untuk mengiringi tarian perang dan beberapa tarian daerah lainnya seperti tari Lenso dari Maluku
yang diiringi juga dengan alat musik totobuang, tarian tradisional suku Asmat dan tari Gatsi.
Alat musik tifa dari Maluku memiliki nama
lain, seperti tahito atau tihal yang digunakan di wilayah-wilayah Maluku
Tengah. Sedangkan, di pulau Aru, tifa memiliki nama lain yaitu titir. Jenisnya
ada yang berbentuk seperti drum dengan tongkat seperti yang digunakan di Masjid
. Badan kerangkanya terbuat dari kayu dilapisi rotan sebagai pengikatnya dan
bentuknya berbeda-beda berdasarkan daerah asalnya.
TAMAN NASIONAL LORENTZ
Taman Nasional
Lorentz adalah sebuah
taman nasional yang terletak di provinsi Papua, Indonesia. Dengan luas
wilayah sebesar 2,4 juta Ha; Lorentz merupakan taman nasional terbesar di Asia Tenggara.
Taman ini masih belum dipetakan, dijelajahi
dan banyak terdapat tanaman asli, hewan dan budaya. Pada 1999 taman nasional ini diterima sebagai Situs Warisan
Dunia UNESCO.
Wilayahnya juga terdapat persediaan mineral,
dan operasi pertambangan berskala besar juga aktif di sekitar taman nasional
ini. Ada juga Proyek Konservasi Taman Nasional Lorentz yang terdiri dari
sebuah inisiatif masyarakat untuk konservasi komunal dan ekologi warisan yang
berada di sekitar Taman Nasional Loretz ini.
Dari tahun 2003 hingga kini, WWF-Indonesia Region Sahul Papua sedang
melakukan pemetaan wilayah adat dalam kawasan Taman Nasional Lorentz. Tahun
2003- 2006, WWF telah melakukan pemetaan di Wilayah Taman Nasional Lorentz yang
berada di Distrik (Kecamatan) Kurima Kabupaten Yahukimo, dan Tahun 2006-2007
ini pemetaan dilakukan di Distrik Sawaerma Kabupaten Asmat.
Nama Taman Nasional ini diambil dari seorang Penjelajah asal Belanda, Hendrikus
Albertus Lorentz,yang melewati
daerah tersebut pada tahun 1909 yang merupakan ekspedisinya yang ke-10 di Taman Nasional ini.
TAMAN NASIONAL WASUR
Taman Nasional
Wasur merupakan
bagian dari lahan basah terbesar di Papua dan sedikit terganggu oleh aktivitas
manusia. Biodiversitasnya membuat taman ini dijuluki sebagai "Serengeti
Papua". Sekitar 70% dari luas wilayah ini terdiri dari sabana, sementara
vegetasi lainnya merupakan hutan rawa-rawa, hutan monsoon, hutan pantai, hutan
bambu, padang rumput dan hutan sagu. Tamana yang dominan meliputi spesies mangrove, Terminalia dan Melaleuca.
Taman Nasional Wasur ini terletak di
Kabupaten Merauke.
UPACARA DAN RITUAL ADAT
1. Pesta Bakar Batu
Pesta Bakar Batu mempunyai makna
tradisi bersyukur yang unik dan khas. dan merupakan sebuah ritual
tradisional Papua yang dilakukan sebagai bentuk ucapan syukur atas berkat yang
melimpah, pernikahan, penyambutan tamu agung, dan juga sebagai upacara
kematian. Selain itu, upacara ini juga dilakukan sebagai bukti perdamaian
setelah terjadi perang antar-suku.
2. Upacara Potong Jari
Tradisi potong jari ini terjadi di
papua, kesedihan saat telah ditinggal pergi oleh orang yang dicintai dan
kehilangan salah satu anggota keluarga sangat perih. Berlinangan air mata dan
perasaan kehilangan begitu mendalam. Terkadang butuh waktu yang begitu lama
untuk mengembalikan kembali perasaan sakit kehilangan dan tak jarang masih
membekas dihati. Lain halnya dengan masyarakat
pegunungan tengah Papua yang melambangkan kesedihan lantaran kehilangan salah
satu anggota keluarganya yang meninggal tidak hanya dengan menangis saja.
Melainkan ada tradisi yang diwajibkan saat ada anggota keluarga atau kerabat
dekat seperti; suami,istri, ayah, ibu, anak dan adik yang meninggal dunia.
Tradisi yang diwajibkan adalah tradisi potong jari. Jika kita melihat tradisi
potong jari dalam kekinian pastilah tradisi ini tidak seharusnya dilakukan atau
mungkin tradisi ini tergolong tradisi ekstrim. Akan tetapi bagi masyarakat
pegunungan tengah Papua, tradisi ini adalah sebuah kewajiban yang harus
dilakukan. Mereka beranggapan bahwa memotong jari adalah symbol dari sakit dan
pedihnya seseorang yang kehilangan sebagian anggota keluarganya.Bisa diartikan
jari adalah symbol kerukunan, kebersatuan dan kekuatan dalam diri manusia
maupun sebuah keluarga. Walaupun dalam penamaan jari yang ada ditangan manusia
hanya menyebutkan satu perwakilan keluarga yaitu Ibu jari. Akan tetapi jika
dicermati perbadaan setiap bentuk dan panjang memiliki sebuah kesatuan dan
kekuatan kebersamaan untuk meringankan semua beban pekerjaan manusia. Satu sama
lain saling melengkapi sebagai suatu harmonisasi hidup dan kehidupan. Jika
salah satu hilang, maka hilanglah komponen kebersamaan dan berkuranglah
kekuatan
3. Upacara Tanam Sasi (Papua Barat , Marauke)
Di suku Marin, Kabupaten Merauke,
terdapat upacara Tanam Sasi, sejenis kayu yang dilaksanakan sebagai bagian dari
rangkaian upacara kematian. Sasi ditanam 40 hari setelah kematian seseorang dan
akan dicabut kembali setelah 1.000 hari. Budaya Asmat dengan ukiran dan
souvenir dari Asmat terkenal hingga ke mancanegara. Ukiran Asmat memiliki empat
makna dan fungsi, masing-masing:
1. Melambangkan kehadiran roh nenek moyang;
2. Untuk menyatakan rasa sedih dan bahagia;
3. Sebagai lambang kepercayaan dengan motif manusia, hewan, tumbuhan dan benda-benda lain;
4. Sebagai lambang keindahan dan gambaran memori nenek moyang.
1. Melambangkan kehadiran roh nenek moyang;
2. Untuk menyatakan rasa sedih dan bahagia;
3. Sebagai lambang kepercayaan dengan motif manusia, hewan, tumbuhan dan benda-benda lain;
4. Sebagai lambang keindahan dan gambaran memori nenek moyang.
4. Upacara Perkawinan
Perkawinan merupakan kebutuhan
yang paling mendesak bagi semua orang. Dengan demikian masyarakat Papua baik
yang di daerah pantai maupun daerah pegunungan menetapkan peraturan itu dalam
peraturan adat yang intinya agar masyarakat tidak melanggar dan tidak terjadi
berbagai keributan yang tidak diinginkan. dalam pertukaran perkawinan yang di
tetapkan orangtua dari pihak laki-laki berhak membayar mas kawin seebagai tanda
pembelian terhadap perempuan atau wanita tersebut. adapun untuk masyarakat
pantai berbagai macam mas kawin yang harus dibayar seperti: membayar piring
gantung atau piring belah, gelang, kain timur (khusus untuk orang di daerah
Selatan Papua) dan masih banyak lagi. berbeda dengan permintaan yang diminta
oleh masyarakat pegunungan diantaranya seperti: kulit bia (sejenis uang yang
telah beredar di masyarakat pegunugan sejak beberapa abad lalu), babi
peliharaan, dan lain sebagainya. dalam pembayaran mas kawin akan terjadi kata
sepakat apabila orangtua dari pihak laki-laki memenuhi seluruh permintaan yang
diminta oleh orangtua daripada pihak perempuan
PAKAIAN ADAT PAPUA
1. Koteka
Koteka
adalah sebuah penutup kemaluan sekaligus pakaian adat laki-laki Papua. Pakaian
ini berbentuk selongsong yang mengerucut ke bagian depannya. Koteka dibuat dari
bahan buah labu air tua yang dikeringkan dan bagian dalamnya (biji dan daging
buah) dibuang. Labu air yang tua dipilih karena cenderung lebih keras dan lebih
awet dibanding labu air muda, sementara pengeringan dilakukan agar koteka tidak
cepat membusuk. Pakaian Adat Papua Beberapa suku menyebut koteka dengan nama
hilon, harim, atau bobbe. Koteka digunakan sebagai pakaian sehari-hari maupun
sebagai pakaian saat melakukan upacara adat dengan cara diikat ke pinggang
menggunakan seutas tali sehingga ujung koteka mengacung ke atas. Khusus untuk
yang dikenakan saat acara adat, koteka yang digunakan biasanya berukuran
panjang serta dilengkapi dengan ukiran-ukiran etnik. Sementara untuk yang
dikenakan saat bekerja dan aktivitas sehari-hari koteka yang digunakan biasanya
lebih pendek. Pakaian Adat Papua Di antara jenis pakaian adat Papua lainnya,
koteka menjadi yang paling populer, bahkan bagi masyarakat dunia. Turis-turis
yang datang ke Papua biasanya akan membeli koteka dan menjadikannya sebagai
cendera mata khas Papua.
2. Rok Rumbai
Jika para
pria mengenakan koteka, maka para wanita Papua akan mengenakan rok rumbai. Rok
rumbai adalah pakaian adat Papua berupa rok yang terbuat dari susunan daun sagu
kering yang digunakan untuk menutupi tubuh bagian bawah. Dalam beberapa
kesempatan, selain dikenakan wanita, rok rumbai juga bisa dikenakan para pria.
Rok rumbai umumnya akan dilengkapi dengan hiasan kepala dari bahan ijuk, bulu
burung kasuari, atau anyaman daun sagu.
Baik saat menggunakan koteka maupun rok rumbai, orang Papua pada umumnya tidak akan menggunakan baju atasan seperti orang-orang suku lain yang menggunakan pakaian adatnya. Orang papua hanya akan menyamarkan tubuh bagian atasnya menggunakan lukisan-lukisan atau tatto yang dibuat dari tinta alami. Motif tatonya sendiri sangat beragam. Namun umunya tidak jauh dari bentuk flora dan fauna khas Papua.
3. Perlengkapan Lain Pakaian Adat Papua
Baik saat menggunakan koteka maupun rok rumbai, orang Papua pada umumnya tidak akan menggunakan baju atasan seperti orang-orang suku lain yang menggunakan pakaian adatnya. Orang papua hanya akan menyamarkan tubuh bagian atasnya menggunakan lukisan-lukisan atau tatto yang dibuat dari tinta alami. Motif tatonya sendiri sangat beragam. Namun umunya tidak jauh dari bentuk flora dan fauna khas Papua.
3. Perlengkapan Lain Pakaian Adat Papua
Selain koteka dan rok rumbai,
orang-orang suku asli Papua juga mengenal aksesoris lain yang digunakan untuk
mempercantik penampilannya saat mengenakan pakaian adat. Pelengkap pakaian adat
Papua tersebut misalnya manik-manik dari kerang, taring babi yang dilekatkan di
antara lubang hidung, gigi anjing yang dikalungkan di leher, tas noken (tas
dari anyaman kulit kayu untuk wadah umbi-umbian atau sayuran yang dikenakan di
kepala), serta senjata tradisonal adat Papua yaitu berupa tombak, panah, dan
sumpit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar