MAKALAH
KEKUASAAN KEWENANGAN DAN LEGITIMASI
![logo-unpam.jpg](file:///C:\DOCUME~1\Admin\LOCALS~1\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.jpg)
Di Susun Oleh :
v
EKO WIGIYANTO
v
NURPITRI
UNIVERSITAS PAMULANG
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
Wewenang dan
legitimasi sangat erat hubungannya dengan kekuasaan.Untuk memahami wewenang dan
legitimasi, ada baiknya kita memahami konsep kekuasaan terlebih dahulu.
Kekuasaan adalah kemampuan pelaku untuk mempengaruhi perilaku seorang pelaku
lain, sehingga perilakunya menjadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang
mempunyai kekuasaan. Singkatnya kekuasaan merupakan cara seseorang merubah
pikiran orang lain agar bertindak sesuai dengan kehendak pelaku, tanpa
menghiraukan kerelaan atau keterpaksaan orang tersebut.
Dengan demikian
berarti negara sebagi pelaku kekuasaan mempunyai kekuatan untuk menggunakan
pemaksaan baik fisik maupun non fisik terhadap warga negaranya.Untuk membatasi
kekuasaan, negara yang demikian maka dibuatlah undang-undang, dan konstitusi
suatu negara.Inti dari pelaksanaan kekuasaan ialah apabila terdapat kerelaan
dari seluruh warga negara untuk menerima perintah dan patuh.
BAB
II
ISI
2.1 KEKUASAAN
2.1.1. Pengertian
Ø Kekuasaan adalah kemampuan
sesorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku sesorang atau
sekelompok orang lain sehingga tingkah lakunya menjadi sesuai dengan
keinginan/tujuan seseorang/kelompok orang yang mempunyai kekuasaan tersebut.
(Miriam Budiarjo)
Ø Kekuasaan adalah kesempatan
seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan
kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap
tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu.
(Max Webber)
Ø Kekuasaan adalah hasil pengaruh
yang diinginkan sesorang atau sekelompok orang.Kekuasaan merupakan konsep
kuiantitaif, karena dapat dihitung hasilnya.Misalnya, berapa lias wilayah
jajajahan, berapa banyak orang yenag berhasil dipengaruhi, berapa lama
berkuasa, dll. (Inu Kencana Syafiie)
Ø Kekuasaan Politik adalah
kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum (pemerintah) baik terbentuknya
mapun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan penegang kekuasaan
sendiri.Kekuasaan politik merupakan bagian kekuasaan sosial yang fokusnya
ditujukan kepada pengendalian negara terhadap tingkah laku sosial masyarakat,
ketaatan masyarakat, dan mempengaruhi aktivitas negara di bidang administratif,
legislatif, dan yudikatif. (MIRIAM BUDIARJO)
2.1.2. Sumber Kekuasaan
1. Legitimate Power.
Kekuasaan yang berasal dari pengangkatan.
Contohnya, Camat diangkat oleh
kepala daerah.Termasuk pengangkatan seorang putera mahkota (pangeran) untuk
menjadi raja.
2. Coersive Power.
Kekuasaan yang berasal dari hasil kekerasan.
Contohnya, hasil kudeta,
pemberontakan, pembunuhan politik, dan revolusi.Jatuhnya presiden Marcos di
Philipina oleh Corazon Aquino lewat people power.Jatuhnya kekaisaran Lousie di
Perancis, ditandai dengan penyerbuan ke penjara Bastille dan pemotongan kepala
keluarga raja.
3. Expert Power. Perolehan
kekuasaan yang berasal dari keahlian.
Misalnya, dokter diangkat menjadi
kepala rumah sakit atau menjadi menteri kesehatan, tentara diangkat dan diberi
kewenangan di bidang pertahanan dan keamanan, dll.
4. Reward Power. Sumber
kekusaan yang berasal dari pemberian.
Misalnya, tuan tanah yang kaya raya
akan dituruti perintahnya oleh para pekerja selama tuan tanah tersebut
memberikan gaji/upah. Apabila tidak ada gaji/upah sebagai bentuk pemberian,
maka pekerja tidak akan bekerja atau menuruti perintah tuan tanah.
5. Reverent
Power. Sumber kekusaan yang berasal dari daya tarik atau kharisma.Kekaguman
orang kepada Bung Karno, orator ulung, pidato berapi-api, pandai membangkitkan
semangat rakyat—sehingga dipilih kembali menjadi presiden. Kekaguman orang
kepada Soeharto, The Smilling General dan kepiwaiannya membangun–sehingga
dipilih kembali menjadi presiden.
2.1.3. Unsur-Unsur Kekuasaan
1. Wewenang : adalah
kekuasaan yang resmi, mengandung keabsahan (legitimacy), melalui suatu proses
pengangkatan, adanya surat tugas. Keabsahan adalah konsep bahwa kedudukan
seseorang atau kelompok penguasa diterima baik oleh masyarakat, karena sesuai
dengan azas-azas dan prosedur yang berlaku dan yang dianggap wajar.
Contoh : Seorang atasan mempunyai hak dan
kewajiban menegur bawahannya ketika melakukan sesuatu yang menyalahi aturan.
Misalnya dengan teguran secara lisan maupun tulisan (surat peringatan).
2. Paksaan : adanya
tekanan/ancaman/tuntutan untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak
diinginkan. Hal ini sesuai dengan teori Obidience, yang definisinya
adalah patuh, perilaku seseorang yang disebabkan adanya tuntutan tertentu dari
pihak lain (seperti orang tua,kelompok,lingkungan atau instansi pemerintah).
Contoh :
Tindakan premanisme,, seorang preman yang merasa dirinya memiliki kekuasaan di
suatu daerah, senantiasa dia bertindak semena-mena, misal dalam sebuah
pasar,,seringkali dia meminta uang secara paksa kepada para pedagang yang
berjualan disana.
3. Manipulatif : adalah
sebuah proses rekayasa dengan melakukan penambahan, pensembunyian, penghilangan
atau pengkaburan terhadap bagian atau keseluruhan sebuah realitas, kenyataan,
fakta-fakta ataupun sejarah yang dilakukan berdasarkan sistem perancangan
sebuah tata sistem nilai. Manipulatif erat kaitannya dengan Cuci Otak (Brain
Wash) yang artinya adalah sebuah upaya rekayasa pembentukan ulang tata
berpikir, perilaku dan kepercayaan tertentu menjadi sebuah tata nilai baru,
praktik ini biasanya merupakan hasil dari tindakan indoktrinasi,
dalam psikopolitik diperkenalkan
dengan bantuan penggunaan obat-obatan dan sebagainya.
Contoh :
Penipuan dalam angkutan umum,,pelaku senantiasamempengaruhi targetnya dengan
berbagai cara, agar si target bisa masuk kedalam jebakannya. Mereka juga
menggunakan tindakan manipulasi agar si target bisa percaya pada kata-katanya.
4. Kerjasama : adalah sebuah
kata yang sangat sering kita dengar dan sangat akrab di telinga kita. Kata
kerjasama adalah gabungan dari kata kerja dan sama, yang berarti bekerja secara
bersama-sama dalam mengerjakan sesuatu dan mencapai suatu tujuan. Kerjasama
dibentuk karena adanya dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai
suatu keinginan atau tujuan yang mereka ingin capai. Manfaat dari kerjasama
adalah membuat sutu permasalahan atau pekerjaan lebih mudah.
Contoh :
Dalam suatu lingkungan/kelompok kerjasama senantiasa terjadi diantara
anggotanya, Misal kerjasama suatu kelompok dalam memecahkan suatu permasalahan.
Hal ini akan menimbulkan saling ketergantungan antara anggota kelom[ok yang
satu dengan yang lainnya. Saling ketergantungan antar individu dalam satu
kelompok ini disebut promotive interpendence(Deutsch. 1973)
5. Upah dan
prestasi kerja : prestasi kerja seseorang akan sesuai dengan upah yang
dibayarkannya. Erat kaitannya dengan proses industri, perusahaan dan sebuah
instansi.
Contoh
: Seorang karyawan akan memenuhi apa yang diperintahkan oleh atasannya,
semata-mata bukan karena patuh terhadap atasannya tersebut, tapi melainkan karena
upah/reward yang diberikan.
2.1.4. Penerapan Kekuasaan
1. Be Strong
Approach. Dengan cara paksaan dan kekerasan. Biasanya menjalankan kekuasaan
seperti ini tidak bertahan lama.
2. Be Good
Approach. Dengan cara pemanjaan pemberian dan asal bapak senang (ABS).
Atasan pura-pura memperhatikan bawahan dengan berbagai pemberian, bawahan
melaporkan yang baik-baik saja atau ABS selama masih ada pemberian.Kondisi ini
biasanya tidak bertahan lama, bila atasan pemberi perintah tidak dapat
mengadakan pemberian.
3. Competition.
Memotivasi bawahan (masyarakat yang diperintah) dengan cara membuat persaingan
atau mengadu mereka antarindividu, atau antarkelompok. Persaingan tersebut
mepiluti kerajinan, keterampilan, ketangkasan, prestasi, kinerja, keteladanan, dll.Daya
saing global, dibangun dari daya saing lokal, regional, dan nasional.Pendekatan
ini dinilai baik.
4. Internalized
Motivation. Memotivasi bawahan atau masyarakat melalui penanaman kesadaran
kerja kepada mereka. Misalnya tata cara kerja, etika, sumpah jabatan, penataran
P4, dll. Cara ini dapat bertahan sepanjang kesadaran itu muncul dari niat
tulus.
5. Implicit
Bergaining. Memotivasi bawahan atau masyarakat melalui perjanjian (kontrak
sosial, kontrak kerja).Cara ini bisa membuat kekuasaan bertahan (sepanjang
masih bisa memenuhi kontrak kerja/sosial) atau cepat berakhir (bila gagal
memenuhi kontrak kerja/sosial).
2.1.5. Pembagian Kekuasaan
Menurut Inu Kencana Syafiie, pembagian kekuasan
negara meliputi:
1. Eka Praja, apabila kekuasaan negara dipegang
oleh satu badan.
2. Dwi Praja, apabila kekuasaan negara
dipegang oleh dua badan
3. Tri Praja, apabila kekuasaan negara
dipegang oleh tiga badan
4. Catur Praja, apabila kekuasaan negara
dipegang oleh empat badan
5. Panca Praja, apabila kekuasaan negara
dipegang oleh lima badan.
Menurut Gabriel Almond, pembagian kekuasaan negara
meliputi:
1. Rule Making Function
2. Rule Application Function
3. Rule Adjudication Function
Menurut UUD NKRI 1945 (amandemen ke-4), pembagian
kekuasaan negara meliputi:
1. MPR (kekuasaan konstitutif)
2. DPR dan DPD (kekusaan legislatif)
3. Presiden (kekuasaan eksekutif)
4. BPK (kekuasaan inspektif)
5. MA dan MK (kekuasan yudikatif)
2.2 KEWENANGAN
2.2.1 Pengertian
Wewenang adalah kekuasaan yang
terdapat pada seseorang karena mendapat pengakuan atau dukungan dari
masyarakat. Kewenangan menimbulkan hak-hak tertentu pada penguasa yang memungkinkan ia melakukan
suatu kebijakan.
Sifat dari kewenangan adalah top-down,
dari penguasa ke rakyat.Wewenang timbul, karena dukungan dari rakyat tersebut
memberikan semacam hak bagi penguasa untuk melakukan kebijakan berkaitan dengan
tugasnya.Hubungan timbal-balik tersebut timbul karena adanya suatu kesepahaman
antara yang memimpin dan dipimpin.
Kekuasaan dalam arti kewenangan
diartikan bahwa pemegang kekuasaan memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan
cita-cita dan keyakinan sebagian besar masyarakatnya. Kewenangan ini tidak sama
pada setiap pemegang kekuasaan.
2.2.2 Sumber Kewenangan
Sumber kewengan untuk memerintah
diuraikan sebagai berikut
·
Hak memerintah berasal dari tradisi. Artinya, kepercayaan yang telah berakar
dipelihara secara terus menerus oleh masyarakat,
·
Hak memerintah berasal dari Tuhan, Dewa, atau Wahyu. Atas dasar itu, hak
memerintah dianggap bersifat sakral,
·
Hak memerintah berasal dari kualitas pribadi sang pemimpin, baik penampilannya
yang agung dan diri pribadinya yang populer maupun karena kharisma,
·
Hak memerintah masyarakat berasal dari peraturan perundang-undangan yang mengatur
prosedur dan syarat-syarat menjadi pemimpin pemerintahan,
·
Hak memerintah berasal dari sumber yang bersifat instrumental seperti keahlian
dan kekayaan
Kelima sumber kewenangan itu
disimpulkan menjadi dua tipe kewenangan utama, yaitu kewenangan yang bersifat
prosedural dan substansi ,
Kewenangan yang bersifat prosedural
ialah hak memerintah berdasarkan peraturan perundang-
undangannya yang bersifat tertulis
maupun tak tertulis, Kewenangan yang bersifat substansi ialah hak memerintah
berdasarkan faktor yang melekat pada diri pemimpin seperti tradisi, sakral,
kualitas pribadi dan instrumental,
Struktur masyarakat yang kompleks
ditandai oleh diferensiasi struktur dan spesialisasi peranan, dan hubungan
impersonal yang sudah meluas sehingga masyarakat ini memerlukan
pengaturan-pengaturan yang bersifat tertulis dan rasional,
Sebaliknya masyarakat yang
stukturnya masih sederhana cenderung menggunakan tipe kewenangan
substansial karena kehidupan lebih banyak berdasarkan pada tradisi, kepercayaan
pada kekuatan supranatural, dan kesetiaan pada tokoh pemimpin
2.2.3 Peralihan Kewenangan
Menurut Paul Conn, secara umum
terdapat tiga cara peralihan kewenangan, yakni secara turun temurun, pemilihan
dan paksaan.
Ø Secara turun temurun ialah
jabatan dan kewenangan dialihkan pada keturunan atau keluarga pemegang jabatan
terdahulu.
Ø Peralihan dengan pemilihan dapat
dilakukan secara langsung melalui badan perwakilan rakyat, Hal ini dipraktekan
dalam sistem politik demokrasi.
Ø Peralihan kewenangan secara
paksaan ialah jabatn dan kewenangan terpaksa dialihkan kepada orang atau
kelompok lain tidak menurut prosedur yang telah disepakati, melainkan dengan
menggunakan kekerasan seperti revolusi dan kudeta, dan ancaman kekerasan
(paksaan tak berdarah)
2.2.4 Sikap Terhadap Kewenangan
Pada umumnya sikap terhadap
kewenangan dikelompokkan dalam sikap menerima, mempertanyakan (skeptis ), dan
kombinasi keduanya.
Pertama sikap masyarakat Amerika
Serikat terhadap kewenangan prosedural merupakan perpaduan antara sikap legalistik
dan skeptis atas hukum yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman.
Masyarakat yang semacam ini menganggap hukum bukan hal yang sakral.
Kedua, sikap masyarakat Inggris
atas kewenangan prosedural tidak sekental sikap masyarakat Amerika karena Inggris
tidak memiliki konstitusi.Hal ini tidak berarti seseorang yang memiliki
kewenangan dapat dengan semaunya menggunakan kewenangan untuk kepentingan
pribadi atau golongan.
Sebaliknya di Indonesia, sikap itu
masih beraneka ragam. Masyarakat suku Jawa cenderung menerima kewenangan
pribadi, sedangkan masyarakat dari Minang dan Batak cenderung menerima
kewenangan prosedural atau hukum adat.
2.3 LEGITIMASI
2.3.1 Pengertian
Konsep legitimasi berkaitan dengan
sikap masyarakat terhadap kewenangan.Artinya apakah masyarakat menerima dan
mengakui hak moral pemimpin untuk membuat dan melaksanakan keputusan yang
mengikat masyarakat maka kewenangan itu dikategorikan sebagai berlegitimasi.
Hanya anggota masyarakat saja yang dapat memberikan legitimasi pada kewenangan
pemimpin yang memerintah,
Legitimasi dapat dibedakan
pengertian kekuasaan, kewenangan, dan legitimasi. Apabila kekuasaan diartikan
sebagai kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber yang mempengaruhi proses
politik, sedangkan kewenangan merupakan hak moral untuk menggunakan
sumber-sumber yang membuat dan melaksanakan keputusan politik (hak memerintah).
Adapun legitimasi merupakan penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap hak
moral tersebut.
2.3.2 Obyek Legitimasi
Suatu sistem politik dapat lestari apabila
sistem poltik secara keseluruhan mendapatkan dukungan seperti
penerimaan dan pengakuan dari masyarakat.
Menurut Easton terdapat tiga objek
dalam sistem politik yang memerlukan legitimasi agar suatu sistem politik tidak
hanya berlangsung secara terus-menerus, tetapi mampu pula mentransformasikan
tuntutan menjadi kebijakan umum, ketiga objek legitimasi ini meliputi komunitas
politik, rezim dan pemerintahan,
Sementara itu Andrain menyebutkan
lima objek dalam sistem politik yang memerlukan legitimasi agar suatu sistem
politik tetap berlangsung dan fungsional, Kelima objek legitimasi ini meliputi
masyarakat politik, hukum, lembaga politik, pemimpin politik dan kebijakan.
Yang dimaksud dengan legitimasi
terhadap komunitas politik ialah adanya kesediaan para anggota masyarakat yang
berasal dari berbagai kelompok yang berbeda latar belakang untuk hidup secara
rukun sebagai komunitas, Apabila dukungan terhadap komunitas politik belum
cukup tinggi maka dalam masyarakat terdapat masalah penciptaan identitas nasional
(krisis identitas). Manakala dukungan terhadap lembaga-lembaga politik masih
lemah maka dalam masyarakat terdapat krisis kelembagaan, Krisis kepemimpinan
akan terjadi pada masyarakat yang kurang mempercayai para pemimpin politik.
2.3.3 Kadar Legitimasi
a.
Pra legitimasi, ada dalam pemerintahan yang baru terbentuk yang meyakini
memiliki kewenangan tapi sebagian kelompok masyarakat belum mengakuinya
b.
Berlegitimasi, yaitu ketika pemerintah bisa meyakinkan masyarakat dan
masyarakat menerima dan mengakuinya.
c.
Tak berlegitimasi, ketika pemimpin atau pemerintah gagal mendapat
pengakuan dari masyarakat tapi pemimpin tersebut menolak untuk mengundurkan
diri, akhirnya muncul tak berlegitimasi. Untuk mempertahankan kewenangannya biasanya
digunakan cara-cara kekerasan.
d.
Pasca legitimasi, yaitu ketika dasar legitimasi sudah berubah.
2.3.4 Cara Mendapatkan Legitimasi
Cara-cara yang digunakan untuk
mendapatkan dan mempertahankan legitimasi dapat dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu simbolis, procedural dan materiil.
·
Pertama memanipulasi kecenderungan – kecenderungan moral, emosional, tradisi
dan kepercayaan, dan nilai –nilai budaya pada umumnya dalam bentuk
simbol-simbol ,
·
Kedua, dengan cara menjanjikan dan memberikan kesejahteraan materiil kepada
masyarakat, seperti menjamin tersedianya kebutuhan dasar (basic needs).
·
Ketiga, dengan cara menyelenggarakan pemilihan umum untuk menentukan para wakil
rakyat untuk mengesahkan suatu kebijakan umum,
2.3.5. Tipe – Tipe Legitimasi
Ø Tradisional – tradisi yang
dipelihara dan dilembagakan contoh kerajaan.
Ø Ideologi – penafsir dan pelaksana
ideologi, untuk mendapat dan mempertahankan legitimasi bagi kewenangannya juga
menyingkirkan pihak yang membangkan terhadap kewenangannya.
Ø Kualitas pribadi – kharisma,
penampilan pribadi, atau prestasi
Ø Prosedural – peraturan
perundang-undangan
Ø Instrumental – menjanjikan dan
menjamin kesejahteraan materiil..
2.3.6. Manfaat Legitimasi
1. Menciptakan stabilitas politik
dan perubahan sosial
2. Mengatasi masalah lebih cepat
3. Mengurangi penggunaan saran
kekerasan fisik
4. Memperluas bidang kesejahteraan
atau meningkatkan kualita kesejahteraan.
2.3.7 Krisis Legitimasi
Krisis legitimasi biasanya terjadi
pada masa transisi.Selain itu, perubahan yang terjadi dari suatu tingkat dan
kualitas perkembangan menuju ke tingkat dan kualitas perkembangan masyarakat
berikutnya. Masyarakat semacam ini akan cenderung mempertanyakan setiap
kewenangan yang dianggap tidak mencerminkan aspirasi hidup dalam masyarakat,
Lucyan Pye menyebutkan empat sebab
krisis legitimasi:
·
Pertama, prinsip kewenangan beralih pada prinsip kewenangan yang lain
·
Kedua, persaingan yang sangat tajam dan tak sehat tetapi juga tak disalurkan
melalui prosedur yang seharusnya diantara para pemimpin pemerintahan sehingga
terjadi perpecahan dalam tubuh pemerintah
·
Ketiga, pemerintah tak mampu memenuhi janjinya sehingga menimbulkan kekecewaan
dan keresahan di kalangan masyarakat
·
Keempat, sosialisasi tentang kewengan mengalami perubahan
Krisis legitimasi akan semakin
gawat manakala pihak yang berwenang tidak tanggap atas perubahan sikap terhadap
kewenangan dalam masyarakat
2.4 HUBUNGAN ANTARA KEKUASAAN, WEWENANG DAN
LEGITIMASI
Kekuasaan yang
telah memiliki wewenang yang kemudian diakui atau terlegitimasi, maka akan ada
sebuah siklus hubungan yang saling mempengaruhi.
Kekuasaan
hanyalah sebuah bentuk kekuatan atau pengaruh yang tertanam pada setiap
anggota, namun tidak terstruktur atau resmi maka kekuasaan itu hanya sebuah
bentuk yang semu dan tanpa disadari akan hilang dengan sendirinya kekuasaan itu
dan juga tidak bisa mendorong ataupun memberikan hak untuk mengeluarkan
perintah, membuat peraturan dan memberikan sanksi pada yang tidak patuh atau
yang salah.
Dan sebuah
wewenang itu menjadi kunci untuk bisa memberikan perintah, dan hak lain sebagai
pennguasa. Ketika kekuasaan telah memiliki wewenang, akan ada sebuah tantangan
untuk bisa membuat anggota untuk patuh dan mengikuti perintah dan aturan yang
dibuat penguasa, maka harus ada sebuah keterkaitan antara penguasa dan anggota
masyarkat untuk membuat sebuah Negara menjadi tenang dan tanpa kekerasan dalam
pelaksanaan kekuasaannya.
Dibutuhkan
sebuah pengakuan atau keabsahan dari kekuasaan yang berwewenang, hal tersebut
untuk menghindari kekerasan dan juga pemaksaan pada anggota masyarakat untuk
mengikuti aturan dan perintah dari penguasa.
BAB
III
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Unsur-unsur yang
harus diketahui dalam memahami konsep kekuasaan, yaitu kewenangan dan
legitimasi.Keduanya merupakan dua hal yang sangat vital.Tanpa adanya legitimasi
dari masyarakat sangat sulit bagi penguasa untuk menjalankan
kewenangannya.Kewenangan tanpa legitimasi penuh masyarakat menyulitkan penguasa
dalam menjalankan program dan kebijakannya.Kewenangan merupakan akibat (hak
moral) yang timbul sebab adanya legitimasi (dukungan) dari masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
http://dibacaaja.wordpress.com/2012/02/26/kewenangan-dan-legitimasi/
http://arifcintaselvia.wordpress.com/kuliah/pipol-pengantar-ilmu-politik/kekuasaan-otoritas-dan-legitimasi/
http://pengantarilmupolitik.blogspot.com/
http://lotharmatheussitanggang.wordpress.com/2011/07/03/konsep-kekuasaan-kewenangan-dan-legitimasi/
http://nthatembem.blogspot.com/2009/10/penerapan-unsur-unsur-kekuasaan-dalam_07.html
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/KEKUASAAN,%20KEWENANGAN%20DAN%20LEGITIMASI.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar